Minggu, 25 Oktober 2015

[Special Edition Love is Feeling] Ji Won’s Diary Part 11

[Special Edition Love is Feeling] Ji Won’s Diary Part 11
Title                 : [Special Edition Love is Feeling] Ji Won’s Diary Part 11
Author             : Cavela
Length             : Series
Genre              : Romance, Sad, and Yadong
Main Cast        : Kim Myung Soo aka L Infinite and Kim Ji Won
Other Cast       : Cho Kyuhyun, Kim Yerim, Kim Ryeowook, Beige, Kim Heechul, Im Yoona,  Leeteuk aka Seongseonim Park, Hyuna, Gayoon, Yoo Seung Ho, Jung Yong Hwa, Lee Hyukjae aka Eunhyuk, Song Eunji, Han Ji Min, Kang In aka Seongseonim, Park Shi Ho, Hwang Jung Eum, Lee Da Hee, Lee Jun Ki, Song Hye Kyo, Han Ga In, Park Shin Hye, Yoon Eun Hye, Jessica Jung, Moon Chae Won, Kang So Ra, Goo Hye Sun, Lee Sunkyu aka Sunny, Lee Hong Ki, Shindong, Kim Bum, Kim Gyeong, Song Ye Jin, Park Si Yeon, Jung So Min, Kim Jae Joong, Seo In Guk, Kwon Yuri, Kim Sae Ron, Tuan Kim, Nyonya Kim, Micky Yoochun, Choi Sulli, Kim So Eun, Lee Joon, Tae Yang, Kim Haneul, Kang Min Hyuk, Kim Hyun Joong, Kim Tae Woo, Kim Jae Joong, Shin Min Ah, Han Hyo Joo, Lee Taemin, Victoria Song, Choi Minho, Wooyoung, Park Min Young, Jang Geun Suk, Song Jong Ki, Lee Jae Jin, Seulgi, member Infinite, member Super Junior, member Girls Generation, Lee Min Ho



Preview

Pada tanggal 19 Desember 2014 tepat pukul 1.00 p.m, aku pergi ke kampus dari apartemen Eun Hye untuk kumpul bersama kelompokku. Aku berharap bahwa Myung Soo tidak datang karena aku mengetahui bahwa tadi pagi dia tidak masuk kuliah. Setibanya di kampus, aku menyimpan tas milikku lalu pergi ke kamar mandi. Setelah selesai, aku kembali ke lobby. Saat aku berjalan menuju ke lobby, aku melihat Myung Soo sedang berjalan menuju lobby juga. Saat berjalan, kami saling melihat satu sama lain. Namun, lagi-lagi aku memalingkan wajahku lalu duduk bersama
mahasiswa lainnya. Saat itu, aku berusaha untuk duduk dengan tenang. Namun, usahaku ternyata sia-sia. Dia menyapaku dengan cara bertanya padaku. Aku membelalakan mataku tak percaya bahwa dia akan bicara padaku didepan Gayoon. Aku takut bahwa Gayoon akan menjadi penasaran karena kami terlihat telah baikan. Aku pun hanya menjawab seperlunya saja. Setelah itu, aku berpura-pura tidak merasakan kehadirannya dan mendengarkan tiap perkataan dari sang ketua kelompok. Lama-lama aku tidak bisa mengendalikan perasaanku ini hingga aku pergi ke kelompok Jessica. Mahasiswa lainnya mulai menggodaku lagi termasuk Min Ah. Saat aku meminta makanan milik Min Ah, aku tidak menyangka bahwa Min Ah menggodaku dan Myung Soo. Min Ah berteriak pada Myung Soo agar membelikan makanan untukku. Saat itu sontak membuatku terkejut bukan main bahkan aku tidak bisa mendengar dengan jelas balasan dari Myung Soo.  Yang ku lakukan saat itu adalah memakan semua makanan Min Ah. Semua mahasiswa yang berada di kelompok  Jessica menertawakan salah tingkahku. Jujur, saat itu aku malu sekali. Setelah itu, aku kembali pada kelompokku. Saat itu, kami dibagi berdasarkan tempat yang telah di plot sebelumnya. Detik itu juga, aku mendengar pembicaraan antara Gayoon dan Myung Soo.
“ Myung Soo, apakah kau tidak pergi berdua dengan Ji Won?” Tanya Gayoon.

Kalimat seperti itulah yang ku dengar. Aku ingin sekali mendengar jawaban dari Myung Soo. Saat Myung Soo akan menjawabnya, sang ketua memintaku untuk pergi bersamanya. Alhasil, aku tidak mendengar jawaban dari Myung Soo karena aku terlalu fokus mendengarkan permintaan dari sang ketua. Setelah briefing selesai, aku memutuskan untuk pulang duluan karena aku tidak ingin kehujanan lagi. Saat aku membereskan semua barangku, tanpa sengaja aku mendengar pembicaraan dari Eunhyuk, Beige, dan Myung Soo.
“ Aigoo, lihatlah! Dia sekelompok lagi dengan Ji Won.” Kata Eunhyuk.

Jujur, saat itu aku ingin mendengarkan pembicaraan mereka lebih lanjut. Namun, aku takut mendengarnya hingga aku memutuskan untuk melewati mereka lalu pergi ke parkiran. Setibanya di parkiran, aku melihat message di ponselku. Setelah membacanya, yang pertama ku lihat adalah Myung Soo. Dia melewatiku tanpa menyapaku. Apakah dia tidak melihatku? Ataukah dia sengaja berpura-pura tidak melihatku? Entahlah, hanya dia yang mengetahuinya. Aku selalu berharap bahwa kita akan dipertemukan dan dipersatukan melalui kejadian yang tak pernah kita duga sebelumnya. Aku yakin bahwa kau adalah takdirku.

Next

Pada tanggal 30 Desember 2014 tepat pukul 10.00 p.m, aku menelepon Myungsoo. Saat menekan nomor ponselnya, jantungku berdetak sangat cepat. Detik itu juga, aku mengurungkan niatku untuk menekan nomor ponselnya hingga menunggu waktu 5 menit. Setelah 5 menit berlalu, aku memutar musik instrumental dengan menggunakan speaker active. Jujur saat itu, aku merasa enggan untuk meneleponnya karena aku bukanlah siapa-siapa baginya. Entah keberanian darimana, akhirnya aku menekan nomor ponselnya hingga terhubung. Tutttt… Tuttt… Tuttt… Suara itulah yang terdengar dari ponselku. Akhirnya dia menjawab panggilan telepon dariku. Saat dia menjawabnya, perasaanku senang bukan main. Aku mengajaknya pergi bersama pada malam tahun baru. Tanpa ku duga, dia menerima ajakanku. Aku sempat berpikir bahwa mungkin inilah awal kedekatan kami kembali.

Pada tanggal 31 Desember 2014 tepat pukul 9.30 p.m, aku datang ke apartemen Myungsoo karena dia menyuruhku untuk datang kesana. Awalnya aku sangat senang. Bahkan sempat berimajinasi saat melihat kembang api bersamanya. Namun setibanya disana, lagi-lagi dia mengabaikanku demi bermain game favoritnya. Aku mulai bosan karena menunggu waktu tengah malam itu sangat lama. Awalnya aku mengira kita akan bergegas main ke suatu tempat terlebih dahulu. Namun nihil, kita tetap berada di apartemennya. Dia masih fokus bermain game, sedangkan aku duduk manis sambil memainkan ponselku yang tak ada apa-apa sama sekali. Aku mulai kehausan. Aku berniat mengambil air minum. Namun, tak ada gelas bersih sama sekali. Aku berniat untuk mencuci gelas terlebih dahulu. Tanpa sengaja mataku melihat banyak peralatan makan yang kotor. Akhirnya aku mencuci semuanya. Daripada aku merasa bosan lebih baik mencuci semuanya. Saat akan mencuci, aku berpapasan dengan Heechul. Mataku terbelalak tak percaya ketika melihatnya. Aku seperti ketahuan sedang selingkuh. Tanpa merasa malu, aku tersenyum manis padanya. Dia pun membalas senyumanku lalu pergi meninggalkanku. Akhirnya aku selesai mencuci semuanya. Aku kembali ke kamar Myungsoo. Lagi-lagi aku berpapasan dengan Heechul yang sedang menuruni anak tangga. Aku merasa sangat malu saat itu. Aku bergegas masuk ke kamar Myungsoo lalu menutup pintunya. Beberapa menit kemudian, aku mendengar suara Heechul keras sekali. Aku merasa Heechul sedang berjalan di depan kamar Myungsoo. Aku hanya bisa waspada. Aku akan lebih malu jika Heechul masuk tiba-tiba. Tiba-tiba pintu kamar terbuka. Aku membelalakan mataku sambil menundukan kepalaku. Awalnya aku mengira Heechul yang membuka pintu. Namun, aku malah mendengar suara Kyuhyun. Detik itu juga, aku mengangkat kepalaku untuk melihatnya. Dan benar saja ternyata Kyuhyun. Dia menyuruh Myungsoo untuk makan bersama mereka. Sedangkan Myungsoo hanya menganggukan kepalanya sambil fokus memainkan game miliknya tanpa menoleh ke arah Kyuhyun. Lalu Kyuhyun bertanya padaku. Mengapa aku berada di kamar Myungsoo? Aku hanya bisa tersenyum kaku. Kyuhyun pun menutup pintu kamar kembali lalu pergi. Detik itu juga, aku merasa lega. Aku menatap jam pada layar ponselku. Kini telah menunjukan pukul 11.30 p.m. Akhirnya Myungsoo berhenti bermain game. Dia menatapku sambil mengatakan bahwa helm miliknya dipinjam oleh Jong Ki. Aku membelalakan mataku tak percaya. Aku makin merasa kesal padanya. Dia telah menerima ajakanku. Bahkan sore hari kita saling mengirim pesan. Aku rasa daya ingatnya benar-benar sangat buruk. Aku hanya bisa diam saja sambil menatap tajam padanya. Dia melirik ke arahku dengan wajah penyesalannya. Dia tahu jika aku diam saja berarti aku sedang marah. Matanya menatap layar ponselnya. Sedangkan tangannya terlihat sedang mengetik sesuatu. Tanpa mengatakan sesuatu padaku, dia keluar dari kamar. Aku menunggunya di kamar hampir 30 menit. Aku pun memutuskan untuk ke apartemen Eun Hye dan Jessica. Saat aku hendak beranjak, dia kembali ke kamar dengan keadaan setelah mandi hanya menggunakan handuk saja. Mulutku menganga tak percaya dengan tindakannya. Hidungku mencium aroma maskulin tubuhnya yang selama ini ku rindukan. Bahkan aku selalu menahan hasratku untuk bisa melupakan aroma tubuhnya. Namun, aku tak bisa. Detik itu juga, aku memalingkan wajahku untuk menahan hasratku lebih tinggi lagi. Tak membutuhkan waktu yang lama, akhirnya dia selesai mengenakan pakaiannya. Yang membuatku bingung. Apakah dia tidak merasa canggung melakukan hal itu didepanku? Terlebih lagi aku adalah mantan kekasihnya. Akhirnya kami pergi ke suatu tempat. Dimana tempat untuk melihat kembang api dengan takjubnya. Kami tiba tepat pukul 12.00 p.m. Kami hampir saja terlambat untuk menyaksikan kembang api itu. Ini adalah kedua kalinya kami melihat kembang api bersama. Mataku menatap takjub kembang api itu. Tanpa dia sadari, aku menyempatkan diri untuk melirik ke arahnya. Tanpa sadar, sudut bibirku tersenyum. Menatapnya sedekat itu lebih indah dibandingkan kembang api. Berdiri disampingnya adalah moment yang ku rindukan selama ini. Setelah puas, kami memutuskan untuk pulang. Selama perjalanan, ingin rasanya aku memeluknya dari belakang. Namun, aku tak berani melakukannya. Mengingat aku hanyalah mantan kekasihnya. Hal tak pernah ku duga pun terjadi. Dia memainkan motornya hingga berhenti mendadak. Hal itu sontak membuatku memeluknya. Hangat, itu lah yang ku rasakan. Detik itu juga, aku menyadarkan diriku sendiri lalu melepaskan tanganku. Meskipun aku sangat kecewa melepaskannya. Kami pun berhenti di cafe untuk membeli makanan. Setelah itu, kami pulang ke apartemennya. Setibanya di depan apartemen, dia panik mencari kunci apartemennya. Bahkan dia menyuruhku untuk pergi ke kamarnya terlebih dahulu. Aku menurutinya hingga berdiri tepat di depan pintu kamarnya. Dua menit kemudian, dia datang sambil merogoh tiap saku yang ada di pakaiannya. Aku berdiri sambil menatapnya. Tangannya terulur membuka kenop pintu kamar. Alhasil terbuka dengan sempurna. Mulutku menganga tak percaya melihatnya sambil menggelengkan kepalaku. Berarti dia tidak mengunci pintu kamarnya. Dia bergegas masuk lalu membuka jaketnya dengan tergesa-gesa. Setelah itu, dia duduk manis lalu memainkan game miliknya lagi. Aku terduduk dengan lemasnya menyaksikan tingkah lakunya itu. Detik itu juga, aku melampiaskan kekesalanku pada makanan yang ada dihadapanku. Kini telah menunjukan pukul 2.00 p.m. Aku memintanya untuk mengantarkanku ke apartemen Eun Hye dan Jessica. Namun, dia memintaku untuk menunggu game itu berakhir. Aku mengetuk-ngetuk sendok di depanku dengan malasnya sambil menunggunya. Tanpa ku duga, perutku bersenandung dengan  merdunya. Mataku langsung menatapnya. Benar saja dugaanku sebelumnya. Dia menertawakanku. Aku sungguh malu saat itu. Untuk menutupi rasa maluku, aku menyuruhnya bergegas mengantarkanku. Bukannya beranjak, dia malah menyentuh hidungku dengan jari telunjuknya sambil tersenyum. Tubuhku bergetar hebat saat itu. Bahkan mataku tak lepas menatapnya. Akhirnya dia mengantarkanku ke apartemen Eun Hye dan Jessica. Tak lupa aku menitipkan motorku di apartemennya. Aku tak akan melupakan moment ini, Myungsoo-ya. Terutama moment saat aku berdiri disampingmu, memelukmu, dan jari telunjukmu menyentuh hidungku.

Pada tanggal 1 Januari 2015 tepat pukul 8.00 p.m, aku pergi bersama Eun Hye ke daerah apartemen Myungsoo. Kebetulan Eun Hye akan pergi ke apartemen Heechul untuk menanyakan tugas kuliah mereka. Setibanya di gedung apartemen, aku berpisah dengan Eun Hye karena kamar Myungsoo dan Heechul berbeda lantai. Tanganku mengetuk pintu kamar Myungsoo. Aku mengintipnya melalui jendela. Dia terlihat sedang bermain game dan penampilannya benar-benar berantakan seperti bangun tidur. Detik itu juga, dia bergegas membuka pintu kamarnya lalu menyuruh aku masuk. Aku pun duduk, sedangkan dia berkutik dengan game miliknya lagi. Aku hanya bisa mendengus sambil menatapnya tak percaya. Aku menyuruhnya untuk mengeratkan kaca spion motorku karena saat kami pergi kemarin malam kaca spion motorku longgar, sehingga tidak bisa digunakan. Selama 30 menit menunggunya, akhirnya dia beranjak dari duduknya lalu keluar menghampiri motorku. Dia mengeratkan kaca spion motorku. Mulutku menganga tak percaya karena dia menyelesaikannya dengan cepat. Padahal aku masih ingin bersamanya. Aku tak mempunyai alasan lagi untuk lebih lama disana. Aku pun berpamitan padanya. Sebelum pergi, dia menghentikanku. Awalnya aku senang sekali. Namun, dia malah menyuruhku untuk ke kafe memesankan makanan untuknya. Mataku terbelalak tak percaya. Padahal aku berharap dia menyuruhku untuk bersamanya lebih lama lagi. Aku mendesah kecewa sambil menganggukan kepalaku sebagai tanda mengerti. Akhirnya aku benar-benar keluar dari apartemennya. Meskipun secara status hubungan kita berakhir, namun aku berharap perasaan kita masih sama seperti dulu. Saranghae, Myungsoo-ya.

Pada tanggal 5 Februari 2015 tepat pukul 11.00 a.m, aku mengirim pesan pada Myungsoo. Aku ingin bertemu dengannya. Selain melepas rasa rinduku, aku ingin mengajaknya jalan-jalan. Hampir 15 menit aku menunggunya. Dia tak kunjung datang di tempat kita bertemu. Saat hendak beranjak pergi, tiba-tiba sepasang sepatu berada dihadapanku. Aku mengangkat kepalaku untuk melihat pemilik sepatu itu. Ternyata dia adalah Myungsoo. Sudut bibirku tersenyum manis. Tanpa basa-basi, dia menanyakan maksud dan tujuanku menghubunginya. Aku pun menjawab pertanyaannya. Aku ingin mengajaknya pergi jalan-jalan. Dia pun menyetujuinya. Namun, dia menyuruhku untuk menemaninya ke ATM untuk mengecek uangnya. Dia keluar dari ATM sambil menggelengkan kepalanya. Dia menyuruhku untuk menunggu hingga tanggal 14 Februari 2015. Pada tanggal 14 Februari 2015 itu, kami akan pergi jalan-jalan. Aku senang bukan main saat itu. Tapi, aku tak bisa menunjukan perasaan senangku padanya saat itu. Aku mengantarkannya hingga ke parkiran kampus. Saat dia akan pulang, aku melambaikan tangannya. Sedangkan dia membalasnya dengan tersenyum padaku. Motornya melaju tepat di depanku. Mataku hanya menatap kepergiannya yang semakin jauh dari pandanganku. Aku harap kau tak melupakan acara jalan-jalan kita, Myungsoo-ya. Mengingat kau sangat pelupa.

Pada tanggal 14 Februari 2015 tepat pukul 9.00 p.m, mataku menatap nanar pada ponselku. Tak ada satu pesan pun dari Myungsoo. Bahkan aku mengiriminya banyak pesan dan meneleponnya. Namun, dia tak membalas satu pesan pun dan tak menjawab panggilan telepon dariku. Tepat pukul 11.00 p.m, akhirnya dia menjawab panggilan telepon dariku. Namun, dia menggagalkan rencana main kami karena dia sedang berada di rumah saudaranya. Rasa kecewa pun melanda hatiku. Tapi, apa yang bisa aku perbuat lagi selain menerimanya. Tiba-tiba panggilan teleponku terputus. Mataku terbelalak tak percaya. Apakah dia sengaja memutuskannya? Ataukah baterai ponselnya habis? Aku mencoba menghubunginya sekali lagi. Namun, ponselnya tidak aktif. Aku mendesah sambil berpikir positif tentangnya. Aku berharap baterai ponselnya habis untuk menenangkan pikiran dan hatiku. Saat kami berpacaran, beribu-ribu kali aku mengajaknya untuk pergi kencan. Namun, selalu gagal. Alasan pertama, dia mempunyai acara yang lain. Kedua, dia tidak ada uang. Terakhir, dia lupa. Kali ini adalah alasan lupa yang membuat kita gagal untuk pergi jalan-jalan. Mungkin saat ini kata jalan-jalan yang tepat untuk kami, dibandingkan kata kencan. Mengingat hubungan kami telah berakhir.

Pada tanggal 19 Maret 2015 tepat pukul 3.00 p.m, aku memberanikan diri menghampiri Tae Woo. Aku dengar Myungsoo dan Tae Woo pindah apartemen. Lebih tepatnya mereka berada pada apartemen baru yang sama. Aku meminta Tae Woo untuk mengantarkanku ke apartemen Myungsoo. Setibanya disana, aku bisa melihat Myungsoo sedang bermain game dibalik jendela. Tae Woo menyuruhku untuk masuk. Ku lihat Myungsoo masih fokus bermain game miliknya. Tae Woo pun masuk ke kamarnya. Mataku melirik lagi ke arah Myungsoo. Ternyata dia benar-benar tak menyadari kehadiranku. Aku pun melepaskan wedges milikku, lalu duduk disampingnya. Terlihat dia sedikit terkejut sambil menatapku. Aku membalas tatapannya dengan tersenyum. Tangannya berhenti memainkan game miliknya. Matanya melirik ke sekelilingnya. Aku pun baru menyadari kondisi kamarnya yang begitu berantakan. Kakinya bergegas beranjak dari duduknya lalu membersihkan apartemennya. Selama 20 menit, dia membersihkan semuanya. Sedangkan aku duduk sambil melihatnya dan menahan tawaku. Setelah selesai, dia kembali duduk disampingku. Dia menanyakan alasanku datang ke apartemennya. Detik itu juga, aku menanyakan alasannya membatalkan acara jalan-jalan kami. Awalnya aku ingin memarahinya. Namun, aku tak bisa marah padanya. Dia menjawab bahwa dia mempunyai acara di rumah saudaranya. Aku bertanya lagi. Mengapa dia tak membalas pesanku? Mengapa dia tak menjawab panggilanku? Mengapa dia memutuskan panggilan telepon dariku? Dia menjawab. Dia bukan memutuskan panggilan telepon itu, tetapi baterai ponselnya habis. Ternyata harapanku saat itu benar-benar terwujud, baterai ponselnya benar-benar habis. Lalu dia menjawab lagi. Dia tak memegang ponselnya selama disana. Dia membalas pesanku saat dia baru membacanya. Aku sudah tak heran mendengarnya. Tangannya selalu berkutik dengan game miliknya dibandingkan ponselnya. Setelah itu, dia menanyakan. Apakah aku lapar? Aku menjawab, iya. Tanganku pun terulur untuk mengambil dompetku. Namun, dia mengatakan akan meneraktirku jjangmyeon. Aku senang bukan main saat itu. Selain menghemat pengeluaranku, ini adalah pertama kalinya dia meneraktirku setelah hubungan kami berakhir. Mulutku menganga tak percaya ketika dia mengajak Tae Woo juga. Aku rasa ini akan menjadi cinta segitiga. Dimana aku harus bisa memenangkan Myungsoo dan mengalahkan Tae Woo. Setelah makan, aku bosan bukan main. Mereka berbincang-bincang mengabaikanku. Kakinya mengetuk lantai dengan pelan-pelan. Tiba-tiba Myungsoo mengajakku kembali ke apartemennya. Saat aku mengajak Tae Woo untuk kembali, Tae Woo menolaknya karena dia masih ingin berada di luar. Akhirnya aku dan Myungsoo pulang ke apartemen. Setibanya di apartemen, dia bergegas duduk lalu memainkan game miliknya lagi. Lagi-lagi aku diabaikan olehnya. Aku pun memainkan ponselku karena merasa bosan. Dia bermain game selama 30 menit. Tanpa sengaja mataku melirik ke arahnya. Aku melihat dia mematikan game kesayangannya itu. Lalu dia tiduran disampingku. Dia mengatakan bahwa setiap ada aku disampingnya, maka dia selalu mengantuk. Aku menyuruhnya untuk tiduran di pahaku. Namun, dia menolaknya. Dia tidur beralasan tangannya sebagai bantalnya. Aku hanya menatap tingkah lakunya. Aku menyuruhnya jangan tidur. Dia mengatakan hanya memejamkan matanya saja, namun dia mendengarkanku bicara. Dari jaman pacaran hingga putus pun tingkah lakunya masih sama. Dia pasti tidur disaat aku berkunjung ke apartemennya. Aku meminta pengganti acara jalan-jalan kami yang sempat gagal. Aku tidak ingin acara kali ini gagal lagi. Dia pun menyetujuinya dan menyuruhku untuk datang ke apartemenku 2 hari lagi. Setelah itu, aku pun memutuskan untuk membiarkannya tidur. Aku tahu bahwa sore hari adalah jadwalnya untuk tidur. Sedangkan malam hari adalah jadwalnya bermain game. Tanpa rasa ragu, tanganku terulur untuk mengelus-elus kepalanya dan memainkan rambutnya. Dia tak menolaknya sama sekali. Hal itu membuatku semakin ingin menyentuh wajahnya. Namun, aku menahan agar tak menyentuh wajahnya. Bagiku mengelus-elus kepalanya sudah cukup. Aku melirik jam pada ponselku. Awalnya aku menyuruhnya untuk mengantarkanku tepat pukul 6.00 p.m. Namun, dia mengatakan akan mengantarkanku pukul 7.00 p.m. Aku pun menunggunya sambil mengelus-elus kepalanya lagi. Kini telah menunjukan pukul 7.00 p.m pada ponselku. Namun, lagi-lagi dia mengatakan akan mengantarkanku pukul 8.00 p.m. Aku senang bukan main karena secara tidak langsung dia menahanku untuk tetap bersamanya, meskipun alasannya masih mengantuk. Akhirnya ponselku telah menunjukan pukul 8.00 p.m. Aku membangunkannya lagi untuk mengantarkanku pulang. Lagi-lagi dia menyuruhku untuk menunggunya. Kali ini aku menolaknya karena sudah malam. Aku sangat takut. Aku masih trauma dengan kasus penjambretan yang pernah ku alami dulu. Akhirnya dia membuka matanya lalu mencuci wajahnya. Aku pun berpamitan pada Tae Woo. Akhirnya Myungsoo mengantarkanku pulang hingga keluar kompleks apartemennya karena aku membawa motorku sendiri. Selama perjalanan pulang, aku berharap semoga acara jalan-jalan kali ini tidak gagal lagi. Aku ingin bersamamu, Myungsoo-ya.

Pada tanggal 21 Maret 2015 tepat pukul 9.00 a.m adalah kesepakatan aku dan Myungsoo untuk bertemu di apartemennya. Namun, aku terlambat bangun. Aku berangkat menuju apartemennya sekitar pukul 9.30 a.m. Setibanya disana, aku melihat Jong Ki. Aku tersenyum padanya. Mataku mencari keberadaan Myungsoo. Lagi-lagi aku harus melihatnya bermain dengan game kesayangannya. Aku mengeluarkan makanan dari tas milikku untuk Tae Woo dan Jong Ki. Aku pun duduk disamping Myungsoo. Aku mengajaknya untuk bergegas pergi. Namun, dia menyuruhku untuk menunggunya. Dia berencana pergi pada siang hari. Mataku terbelalak tak percaya. Dia menyuruhku untuk datang pagi hari ke apartemennya. Namun setelah aku tiba, dia mengatakan akan berangkat siang hari. Mataku melirik ke arah jam pada ponselku. Siang hari benar-benar terasa lama bagiku. Aku pun memainkan ponselku untuk menghilangkan rasa bosanku. Tiba-tiba Jong Ki muncul, dia menggelengkan kepalanya sambil menatapku. Dia mengatakan aku ini sangat bodoh karena aku bersedia menunggu Myungsoo bermain game kesayangannya. Aku hanya menganggukkan kepalaku sambil tersenyum padanya. Setelah itu, dia pergi ke kamar Tae Woo. Aku melirik ke arah Myungsoo. Tanpa merasa bersalah padaku, dia tetap melanjutkan permainannya. Aku mendengus kesal padanya. Tanpa terasa selama satu jam aku menunggunya. Akhirnya dia beranjak dari kursinya. Dia mengambil peralatan untuk memperbaiki motornya. Selama ini dia selalu memodifikasi motornya hingga melepaskan step belakang motornya. Entah disengaja atau tidak. Yang jelas tak ada orang lain yang menaiki motornya. Tanpa ku sadari, bibirku tersenyum bahagia. Mengingat semua hal itu. Setelah itu, kami bersiap-siap untuk pergi. Tae Woo menghampiri kami. Dia menyuruh Myungsoo untuk membawa laptopnya. Detik itu juga, aku melarangnya dengan tegas. Aku tak ingin berbagi Myungsoo dengan game kesayangannya itu. Terlebih lagi ini adalah acara jalan-jalan kami yang sangat ku nantikan. Tae Woo tertawa sambil masuk ke kamarnya lagi. Aku menatap tajam pada Myungsoo. Sedangkan dia menyuruhku untuk bergegas menaiki motornya. Aku benar-benar tak percaya saat itu. Kita pergi ke Pulau Jeju hanya berdua saja. Selama perjalanan, sebisa mungkin aku menahan hasratku untuk tidak memeluknya. Namun, dia melajukan motornya dengan kecepatan penuh. Aku pun refleks memeluknya. Jantungku berdetak dengan cepatnya. Mataku menerjap tak percaya. Mulutku terdiam membisu. Hangat, itulah yang ku rasakan saat itu. Sudah lama aku tak memeluknya seperti itu. Aroma tubuhnya benar-benar memabukanku. Tiba-tiba hujan turun. Aku bertanya padanya. Apakah dia membawa jas hujan? Dia menjawab tidak. Meskipun rintik-rintik hujan mengenai tubuhku, namun tubuhku tidak terlalu basah karena Myungsoo duduk didepanku. Justru yang ku khawatirkan adalah tubuhnya. Aku melepaskan pelukanku. Tanganku masih dalam posisi seperti memeluknya. Namun, aku melebarkan jari-jemari tanganku agar tubuhnya tidak basah. Tanganku terasa sangat dingin saat itu. Hal tak diduga terjadi. Hujan semakin deras. Akhirnya kami memilih untuk berteduh di depan sebuah toko. Mulut kami terdiam membisu. Tak ada diantara kami yang memulai pembicaraan. Kami mengeluarkan ponsel bersama-sama. Tangan dan mata kami fokus pada ponsel. Aku merasa sangat canggung. Bahkan aku tak tahu harus bicara apa. Aku pun berinisiatif memulai pembicaraan. Bagaimana bila hujan tak kunjung reda? Apakah kita akan melanjutkan perjalanan? Ataukah kita kembali? Dia menjawab. Jika hujan tak kunjung reda, maka sebaiknya kita kembali atau kita menginap di rumah saudaraku saja. Mataku terbelalak tak percaya. Aku tak mungkin menginap di rumah saudaranya. Bagaimana kalau saudaranya menanyakan hubungan kami? Apa yang harus ku jawab? Jika aku menjawab mantan kekasihnya, maka aku akan dikira mengejar-ngejarnya. Harga diriku bisa jatuh. Aku tak ingin itu terjadi. Tiba-tiba dia mengatakan bahwa kita tidak mempunyai pilihan lain. Dia mengatakan hal itu seakan-akan bisa membaca pikiranku. Selama 30 menit kami menunggu, akhirnya hujan reda. Mata kami menatap langit bersama-sama. Dia menyuruhku untuk bergegas pergi. Udara terasa sangat dingin. Tanganku terulur memeluknya dengan sendirinya. Aku menyuruhnya agar melajukan motornya dengan hati-hati karena jalanan sangat licin. Namun, dia menghiraukannya. Dia tetap melajukan motornya dengan kecepatan penuh. Tiba-tiba hujan muncul lagi. Kami pun berteduh di sebuah restoran favoritnya. Ternyata dia sering berkunjung di restoran itu. Kami memesan makanan. Pelayan restoran menatap penampilan kami. Detik itu juga, aku baru menyadari bahwa pakaian kami basah. Terlebih lagi penampilan kami seperti pasangan pembalap motor. Akhirnya makanan kami datang. Kami mulai menikmati makanan dalam diam. Lagi-lagi tak ada yang memulai pembicaraan. Setelah selesai makan, hujan tak kunjung reda. Dia memesan makanan pencuci mulut, sedangkan aku memainkan ponselku karena bosan. Mataku sesekali melirik ke arah hujan. Dia mengajakku melanjutkan perjalanan saat hujan rintik-rintik. Aku menatap wajahnya. Wajahnya terlihat pucat. Aku tak ingin dia sakit karena kehujanan. Namun, kakinya telah melangkah menghampiri motornya. Aku hanya mengikuti perintahnya. Kini telah menunjukan pukul 06.00 p.m. Kami masih belum sampai di Pulau Jeju. Kami berhenti di depan supermarket. Dia membeli beberapa minuman untuk kami. Sedangkan aku menunggunya di luar. Setelah meneguk minuman itu, kami melanjutkan perjalanan kami. Aku tak menyangka bahwa perjalanan kami sangat jauh. Namun, semua itu terasa cepat bagiku. Aku masih ingin bersamanya lebih lama lagi. Akhirnya kami tiba di Pulau Jeju tepat pukul 08.00 p.m. Tiba-tiba hujan deras dan kami belum menemukan hotel yang kosong. Kamar hotel yang ada disana sangat penuh. Mengingat hari itu adalah weekend. Dia menghentikan motornya di depan sebuah hotel. Dia menyuruhku untuk duduk dan menunggunya. Aku pun mengikuti perintahnya. Sedangkan dia berjalan pergi meninggalkanku. Mulutku ingin bicara untuk mencegahnya. Namun, kakinya telah melangkah sangat jauh. Aku menunggunya dengan perasaan gelisah. 10 menit kemudian, dia datang. Kini tubuhnya benar-benar basah. Aku berdiri hendak menghampirinya. Namun, dia berlari menghampiriku. Dia mengatakan telah menemukan kamar untuk kami sambil tersenyum. Sedangkan aku menatapnya tak percaya. Jadi, dia menerjang hujan demi mencari kamar untuk kami. Detik itu juga, mataku berbinar-binar dan tersenyum padanya. Ingin rasanya aku mengucapkan terima kasih padanya. Namun, kata itu tak keluar dari mulutku. Kamar hotel itu benar-benar diluar dugaanku. Aku sempat mengira kamar itu mewah. Tapi ternyata kamar itu sangat sederhana dan minimalis. Tak ada pilihan lain selain menyewanya karena semua kamar hotel yang ada telah terisi. Aku menjemur jaketku yang basah. Aku mencari celana kering. Karena aku tak mungkin menggunakan celana basah untuk tidur. Namun, aku tak menemukannya di tas milikku. Yang ku temukan hanya pakaianku dan pakaian Myungsoo. Aku pun memutuskan untuk memakai celana itu. Namun, Myungsoo menyuruhku untuk mengganti celanaku dengan celana pendeknya. Mataku terbelalak tak percaya. Mulutku menganga sambil menatapnya. Selama ini aku tak pernah memakai celana pria, kecuali aku pernah mengenakan pakaian pria. Mataku menatap celana pendeknya dan celanaku yang basah. Aku pun memutuskan untuk ke kamar mandi lalu menggantinya. Bibirku tersenyum mengingat aku mengenakan celana Myungsoo. Saat keluar dari kamar mandi, dia menatapku. Lebih tepatnya menatap celananya yang ku pakai. Dia berbaring di ranjang sambil memainkan ponselnya. Begitu pun denganku. Kami saling menghadap satu sama lain dan membicarakan teman sekampus kami. Kami membicarakan Tae Woo, Jong Ki, Eunhyuk, dan teman lainnya. Setelah lelah, kami memutuskan untuk tidur. Ku lihat dia sudah memejamkan matanya. Aku bertanya padanya. Apakah kamu sudah tidur? Dia menjawab sambil memejamkan matanya. Tidak, aku mendengarmu. Tanganku terulur untuk mengelus-elus kepalanya. Awalnya aku takut dia akan menolaknya. Tapi, dia menerimanya bahkan tersenyum. Mataku menatap wajahnya yang terlihat pucat. Aku berpikir. Apakah dia sedang demam? Tanganku memegang tangannya. Tenyata tangannya terasa hangat yang menandakan dia tidak demam. Detik itu juga dia membuka matanya. Aku tersenyum sambil memijit tangan hingga jari tangannya. Aku bertanya padanya. Apakah kamu tidak lelah mengendarai motor selama kurang lebih 8 jam? Dia menjawab, tidak. Aku meliriknya sekilas sambil mengatakan bahwa jari tangannya terlihat sangat lemas. Aku meletakan tangan kirinya pada perutku. Tanganku pun memegang dan memijit tangan kirinya. Dia terdiam tak bicara apapun sambil memindahkan tangan kirinya dari perutku ke ranjang. Sedangkan aku masih memijat jari tangan kanannya. Setelah selesai, aku meletak tangan kanannya pada perutku. Hal tak pernah ku duga terjadi. Tangannya menyentuh perutku hingga menelusup pada kemejaku. Tangannya meremas payudaraku dengan kasar. Saat itu aku tak berani menatapnya. Aku lebih memilih menikmati tiap sentuhannya. Tangannya merambat pada miss V milikku. Dia mengatakan, hei celana dalammu telah basah rupanya. Jujur, aku sangat malu saat dia mengatakan hal vulgar seperti itu. Dia melepaskan tangannya dari miss V milikku, lalu beranjak dari ranjang. Dia mematikan lampu kamar, lalu duduk sambil bersandar pada ranjang. Dia menyuruhku untuk duduk di pangkuannya. Tanpa banyak bicara lagi, aku menuruti perintahnya. Tangan kanannya meremas payudaraku dengan kasar, sedangkan tangan kirinya mengoyak-oyak miss V milikku. Dia mengatakan padaku bahwa ukuran payudaraku masih sama seperti dulu tak berubah sedikit pun. Detik itu juga, aku berpikir. Mengapa dia masih mengingat ukuran payudaraku? Padahal kami tak pernah melakukan hal ini lagi selama 1,8 tahun. Apakah pikirannya sama denganku? Disaat aku menginginkan sentuhannya, maka aku pasti mengingat semua hal yang pernah kami lakukan dulu. Ternyata mengingat saja tak cukup bagiku. Aku benar-benar menginginkan sentuhannya, namun aku harus menahannya. Mengingat hubungan kami telah berakhir. Tapi sekarang, dia melakukannya lagi. Padahal kami tidak berpacaran lagi. Aku hanyalah mantan kekasihnya. Apakah mungkin dengan status sebagai mantan kekasih kami melakukan hal ini? Sudah pasti jawabannya, tindakan kami ini adalah salah. Tapi, aku pun tak bisa memungkurinya. Aku sangat merindukan sentuhannya. Kini aku mendapatkannya. Perlahan-lahan aku mengingat sentuhannya. Aku yakin setelah semua ini berakhir, dia pasti menolaknya seperti dulu saat aku meminta hal ini. Saat aku menikmati sentuhannya, tiba-tiba dia bertanya hal yang menyakiti hatiku. Apakah aku masih perawan? Begitulah pertanyaannya. Aku pun menjawab. Aku terakhir melakukan hal ini bersamamu, Myungsoo-ya. Aku terdiam dan meneruskan perkataanku dalam hatiku. Bahkan setelah itu tak pernah sedikit pun terlintas pikiranku untuk melampiaskan nafsuku pada pria lain. Jika aku menginginkan hal itu, maka detik itu pula aku harus menahannya sebisa mungkin. Aku tak ingin pria lain menjamah tubuhku. Aku hanya ingin kau yang menyentuh tubuhku seperti saat ini, Myungsoo-ya. Apakah dimatamu aku seperti wanita murahan sehingga kau bertanya seperti itu, Myungsoo-ya? Pikiranku berhenti ketika merasakan nyeri pada miss V milikku. Dia mengoyak miss V milikku terlalu kasar. Aku tak sanggup menahan rasa nyeri pada miss V milikku. Rasa sentuhannya kali ini sangat berbeda dengan dulu. Dulu dia bermain halus hingga rasanya menjadi candu bagiku. Namun sekarang, aku ingin menghentikannya. Aku menyuruhnya untuk berhenti. Tapi dia menyuruhku untuk bertahan 10 menit lagi. Aku merengek padanya. Bahkan mengapit tangannya yang berada di miss V milikku dengan kedua pahaku. Bukannya dia berhenti, malah membungkam mulutku dengan tangan kanannya yang sebelumnya digunakan untuk meremas payudaraku. Aku berusaha untuk melepaskan tangannya dari mulutku. Setelah berhasil, dia pun melepaskan tangannya dari miss V milikku. Detik itu juga, aku bergegas memakai celana dalamku. Saat aku berbaring di ranjang, dia membelakangi tubuhku. Aku bertanya padanya. Apakah kau marah padaku? Dia menjawab, tidak. Aku pun memilih untuk istirahat. Jujur, meskipun kami melakukannya sebentar. Namun, hal itu sangat melelahkan bagiku. Selama 10 menit, aku belum bisa memejamkan mataku. Tapi tubuhku terasa sangat panas. Aku bergumam sendiri. Mengapa udara disini panas sekali? Dia merespon gumamanku. Dia menyuruhku untuk menyalakan AC. Aku pun menyalakan AC. Saat aku membuka kancing kemejaku, ku lihat dia membalikan tubuhnya hingga melihat ke arahku. Aku menatapnya sambil bicara. Apa yang kau lihat? Bukannya menjawab, dia malah memejamkan matanya sambil memeluk tubuhku. Mataku terbelalak tak percaya. Aku pun membiarkannya sambil memejamkan mataku. Aku harap semua ini bukanlah mimpi. Aku ingin bersamamu seperti saat ini, Myungsoo-ya. Aku tak akan melupakan sentuhan dan pelukanmu kali ini. Semoga kita bermimpi indah malam ini. Saranghae, Myungsoo-ya.



TBC


Bacalah part sebelumnya dengan mengklik link dibawah ini!

Tidak ada komentar: