[Special
Edition Love is Feeling] Ji Won’s Diary Part 11
Title : [Special Edition Love is
Feeling] Ji Won’s Diary Part 11
Author : Cavela
Length : Series
Genre : Romance, Sad, and Yadong
Main
Cast : Kim Myung Soo aka L Infinite
and Kim Ji Won
Other Cast : Cho Kyuhyun, Kim Yerim, Kim Ryeowook, Beige, Kim Heechul, Im
Yoona, Leeteuk aka Seongseonim Park,
Hyuna, Gayoon, Yoo Seung Ho, Jung Yong Hwa, Lee Hyukjae aka Eunhyuk, Song
Eunji, Han Ji Min, Kang In aka Seongseonim, Park Shi Ho, Hwang Jung Eum, Lee Da
Hee, Lee Jun Ki, Song Hye Kyo, Han Ga In, Park Shin Hye, Yoon Eun Hye, Jessica
Jung, Moon Chae Won, Kang So Ra, Goo Hye Sun, Lee Sunkyu aka Sunny, Lee Hong
Ki, Shindong, Kim Bum, Kim Gyeong, Song Ye Jin, Park Si Yeon, Jung So Min, Kim Jae Joong, Seo In Guk,
Kwon Yuri, Kim Sae Ron, Tuan Kim, Nyonya Kim, Micky Yoochun, Choi Sulli, Kim So
Eun, Lee Joon, Tae Yang, Kim Haneul, Kang Min Hyuk, Kim Hyun Joong, Kim Tae
Woo, Kim Jae Joong, Shin Min Ah, Han Hyo Joo, Lee Taemin, Victoria Song, Choi
Minho, Wooyoung, Park Min Young, Jang Geun Suk, Song Jong Ki, Lee Jae Jin,
Seulgi, member Infinite, member Super Junior, member Girls Generation, Lee Min
Ho
Preview
Pada tanggal 19 Desember 2014 tepat pukul 1.00 p.m, aku pergi
ke kampus dari apartemen Eun Hye untuk kumpul bersama kelompokku. Aku berharap
bahwa Myung Soo tidak datang karena aku mengetahui bahwa tadi pagi dia tidak
masuk kuliah. Setibanya di kampus, aku menyimpan tas milikku lalu pergi ke
kamar mandi. Setelah selesai, aku kembali ke lobby. Saat aku berjalan menuju ke
lobby, aku melihat Myung Soo sedang berjalan menuju lobby juga. Saat berjalan,
kami saling melihat satu sama lain. Namun, lagi-lagi aku memalingkan wajahku
lalu duduk bersama
mahasiswa lainnya. Saat itu, aku berusaha untuk duduk dengan
tenang. Namun, usahaku ternyata sia-sia. Dia menyapaku dengan cara bertanya padaku.
Aku membelalakan mataku tak percaya bahwa dia akan bicara padaku didepan
Gayoon. Aku takut bahwa Gayoon akan menjadi penasaran karena kami terlihat
telah baikan. Aku pun hanya menjawab seperlunya saja. Setelah itu, aku
berpura-pura tidak merasakan kehadirannya dan mendengarkan tiap perkataan dari
sang ketua kelompok. Lama-lama aku tidak bisa mengendalikan perasaanku ini
hingga aku pergi ke kelompok Jessica. Mahasiswa lainnya mulai menggodaku lagi
termasuk Min Ah. Saat aku meminta makanan milik Min Ah, aku tidak menyangka
bahwa Min Ah menggodaku dan Myung Soo. Min Ah berteriak pada Myung Soo agar
membelikan makanan untukku. Saat itu sontak membuatku terkejut bukan main
bahkan aku tidak bisa mendengar dengan jelas balasan dari Myung Soo. Yang ku lakukan saat itu adalah memakan semua
makanan Min Ah. Semua mahasiswa yang berada di kelompok Jessica menertawakan salah tingkahku. Jujur,
saat itu aku malu sekali. Setelah itu, aku kembali pada kelompokku. Saat itu,
kami dibagi berdasarkan tempat yang telah di plot sebelumnya. Detik itu juga,
aku mendengar pembicaraan antara Gayoon dan Myung Soo.
“ Myung Soo, apakah kau tidak pergi berdua dengan Ji Won?”
Tanya Gayoon.
Kalimat seperti itulah yang ku dengar. Aku ingin sekali
mendengar jawaban dari Myung Soo. Saat Myung Soo akan menjawabnya, sang ketua
memintaku untuk pergi bersamanya. Alhasil, aku tidak mendengar jawaban dari
Myung Soo karena aku terlalu fokus mendengarkan permintaan dari sang ketua.
Setelah briefing selesai, aku
memutuskan untuk pulang duluan karena aku tidak ingin kehujanan lagi. Saat aku
membereskan semua barangku, tanpa sengaja aku mendengar pembicaraan dari
Eunhyuk, Beige, dan Myung Soo.
“ Aigoo, lihatlah! Dia sekelompok lagi dengan Ji Won.” Kata
Eunhyuk.
Jujur, saat itu aku ingin mendengarkan pembicaraan mereka
lebih lanjut. Namun, aku takut mendengarnya hingga aku memutuskan untuk
melewati mereka lalu pergi ke parkiran. Setibanya di parkiran, aku melihat
message di ponselku. Setelah membacanya, yang pertama ku lihat adalah Myung
Soo. Dia melewatiku tanpa menyapaku. Apakah dia tidak melihatku? Ataukah dia
sengaja berpura-pura tidak melihatku? Entahlah, hanya dia yang mengetahuinya.
Aku selalu berharap bahwa kita akan dipertemukan dan dipersatukan melalui
kejadian yang tak pernah kita duga sebelumnya. Aku yakin bahwa kau adalah
takdirku.
Next
Pada tanggal 30 Desember 2014 tepat pukul 10.00 p.m, aku
menelepon Myungsoo. Saat menekan nomor ponselnya, jantungku berdetak sangat
cepat. Detik itu juga, aku mengurungkan niatku untuk menekan nomor ponselnya hingga
menunggu waktu 5 menit. Setelah 5 menit berlalu, aku memutar musik instrumental
dengan menggunakan speaker active.
Jujur saat itu, aku merasa enggan untuk meneleponnya karena aku bukanlah
siapa-siapa baginya. Entah keberanian darimana, akhirnya aku menekan nomor
ponselnya hingga terhubung. Tutttt… Tuttt… Tuttt… Suara itulah yang terdengar
dari ponselku. Akhirnya dia menjawab panggilan telepon dariku. Saat dia
menjawabnya, perasaanku senang bukan main. Aku mengajaknya pergi bersama pada
malam tahun baru. Tanpa ku duga, dia menerima ajakanku. Aku sempat berpikir
bahwa mungkin inilah awal kedekatan kami kembali.
Pada tanggal 31 Desember 2014 tepat pukul 9.30 p.m, aku
datang ke apartemen Myungsoo karena dia menyuruhku untuk datang kesana. Awalnya
aku sangat senang. Bahkan sempat berimajinasi saat melihat kembang api
bersamanya. Namun setibanya disana, lagi-lagi dia mengabaikanku demi bermain
game favoritnya. Aku mulai bosan karena menunggu waktu tengah malam itu sangat
lama. Awalnya aku mengira kita akan bergegas main ke suatu tempat terlebih
dahulu. Namun nihil, kita tetap berada di apartemennya. Dia masih fokus bermain
game, sedangkan aku duduk manis sambil memainkan ponselku yang tak ada apa-apa
sama sekali. Aku mulai kehausan. Aku berniat mengambil air minum. Namun, tak
ada gelas bersih sama sekali. Aku berniat untuk mencuci gelas terlebih dahulu.
Tanpa sengaja mataku melihat banyak peralatan makan yang kotor. Akhirnya aku
mencuci semuanya. Daripada aku merasa bosan lebih baik mencuci semuanya. Saat
akan mencuci, aku berpapasan dengan Heechul. Mataku terbelalak tak percaya ketika
melihatnya. Aku seperti ketahuan sedang selingkuh. Tanpa merasa malu, aku
tersenyum manis padanya. Dia pun membalas senyumanku lalu pergi meninggalkanku.
Akhirnya aku selesai mencuci semuanya. Aku kembali ke kamar Myungsoo. Lagi-lagi
aku berpapasan dengan Heechul yang sedang menuruni anak tangga. Aku merasa
sangat malu saat itu. Aku bergegas masuk ke kamar Myungsoo lalu menutup
pintunya. Beberapa menit kemudian, aku mendengar suara Heechul keras sekali.
Aku merasa Heechul sedang berjalan di depan kamar Myungsoo. Aku hanya bisa
waspada. Aku akan lebih malu jika Heechul masuk tiba-tiba. Tiba-tiba pintu
kamar terbuka. Aku membelalakan mataku sambil menundukan kepalaku. Awalnya aku
mengira Heechul yang membuka pintu. Namun, aku malah mendengar suara Kyuhyun.
Detik itu juga, aku mengangkat kepalaku untuk melihatnya. Dan benar saja
ternyata Kyuhyun. Dia menyuruh Myungsoo untuk makan bersama mereka. Sedangkan
Myungsoo hanya menganggukan kepalanya sambil fokus memainkan game miliknya
tanpa menoleh ke arah Kyuhyun. Lalu Kyuhyun bertanya padaku. Mengapa aku berada
di kamar Myungsoo? Aku hanya bisa tersenyum kaku. Kyuhyun pun menutup pintu
kamar kembali lalu pergi. Detik itu juga, aku merasa lega. Aku menatap jam pada
layar ponselku. Kini telah menunjukan pukul 11.30 p.m. Akhirnya Myungsoo
berhenti bermain game. Dia menatapku sambil mengatakan bahwa helm miliknya
dipinjam oleh Jong Ki. Aku membelalakan mataku tak percaya. Aku makin merasa
kesal padanya. Dia telah menerima ajakanku. Bahkan sore hari kita saling
mengirim pesan. Aku rasa daya ingatnya benar-benar sangat buruk. Aku hanya bisa
diam saja sambil menatap tajam padanya. Dia melirik ke arahku dengan wajah
penyesalannya. Dia tahu jika aku diam saja berarti aku sedang marah. Matanya
menatap layar ponselnya. Sedangkan tangannya terlihat sedang mengetik sesuatu.
Tanpa mengatakan sesuatu padaku, dia keluar dari kamar. Aku menunggunya di
kamar hampir 30 menit. Aku pun memutuskan untuk ke apartemen Eun Hye dan
Jessica. Saat aku hendak beranjak, dia kembali ke kamar dengan keadaan setelah
mandi hanya menggunakan handuk saja. Mulutku menganga tak percaya dengan
tindakannya. Hidungku mencium aroma maskulin tubuhnya yang selama ini ku
rindukan. Bahkan aku selalu menahan hasratku untuk bisa melupakan aroma
tubuhnya. Namun, aku tak bisa. Detik itu juga, aku memalingkan wajahku untuk
menahan hasratku lebih tinggi lagi. Tak membutuhkan waktu yang lama, akhirnya
dia selesai mengenakan pakaiannya. Yang membuatku bingung. Apakah dia tidak
merasa canggung melakukan hal itu didepanku? Terlebih lagi aku adalah mantan
kekasihnya. Akhirnya kami pergi ke suatu tempat. Dimana tempat untuk melihat
kembang api dengan takjubnya. Kami tiba tepat pukul 12.00 p.m. Kami hampir saja
terlambat untuk menyaksikan kembang api itu. Ini adalah kedua kalinya kami
melihat kembang api bersama. Mataku menatap takjub kembang api itu. Tanpa dia
sadari, aku menyempatkan diri untuk melirik ke arahnya. Tanpa sadar, sudut
bibirku tersenyum. Menatapnya sedekat itu lebih indah dibandingkan kembang api.
Berdiri disampingnya adalah moment yang ku rindukan selama ini. Setelah puas,
kami memutuskan untuk pulang. Selama perjalanan, ingin rasanya aku memeluknya
dari belakang. Namun, aku tak berani melakukannya. Mengingat aku hanyalah
mantan kekasihnya. Hal tak pernah ku duga pun terjadi. Dia memainkan motornya
hingga berhenti mendadak. Hal itu sontak membuatku memeluknya. Hangat, itu lah
yang ku rasakan. Detik itu juga, aku menyadarkan diriku sendiri lalu melepaskan
tanganku. Meskipun aku sangat kecewa melepaskannya. Kami pun berhenti di cafe
untuk membeli makanan. Setelah itu, kami pulang ke apartemennya. Setibanya di
depan apartemen, dia panik mencari kunci apartemennya. Bahkan dia menyuruhku
untuk pergi ke kamarnya terlebih dahulu. Aku menurutinya hingga berdiri tepat
di depan pintu kamarnya. Dua menit kemudian, dia datang sambil merogoh tiap
saku yang ada di pakaiannya. Aku berdiri sambil menatapnya. Tangannya terulur
membuka kenop pintu kamar. Alhasil terbuka dengan sempurna. Mulutku menganga
tak percaya melihatnya sambil menggelengkan kepalaku. Berarti dia tidak
mengunci pintu kamarnya. Dia bergegas masuk lalu membuka jaketnya dengan
tergesa-gesa. Setelah itu, dia duduk manis lalu memainkan game miliknya lagi.
Aku terduduk dengan lemasnya menyaksikan tingkah lakunya itu. Detik itu juga,
aku melampiaskan kekesalanku pada makanan yang ada dihadapanku. Kini telah
menunjukan pukul 2.00 p.m. Aku memintanya untuk mengantarkanku ke apartemen Eun
Hye dan Jessica. Namun, dia memintaku untuk menunggu game itu berakhir. Aku
mengetuk-ngetuk sendok di depanku dengan malasnya sambil menunggunya. Tanpa ku
duga, perutku bersenandung dengan merdunya. Mataku langsung menatapnya. Benar
saja dugaanku sebelumnya. Dia menertawakanku. Aku sungguh malu saat itu. Untuk
menutupi rasa maluku, aku menyuruhnya bergegas mengantarkanku. Bukannya
beranjak, dia malah menyentuh hidungku dengan jari telunjuknya sambil
tersenyum. Tubuhku bergetar hebat saat itu. Bahkan mataku tak lepas menatapnya.
Akhirnya dia mengantarkanku ke apartemen Eun Hye dan Jessica. Tak lupa aku
menitipkan motorku di apartemennya. Aku tak akan melupakan moment ini,
Myungsoo-ya. Terutama moment saat aku berdiri disampingmu, memelukmu, dan jari
telunjukmu menyentuh hidungku.
Pada tanggal 1 Januari 2015 tepat pukul 8.00 p.m, aku pergi
bersama Eun Hye ke daerah apartemen Myungsoo. Kebetulan Eun Hye akan pergi ke
apartemen Heechul untuk menanyakan tugas kuliah mereka. Setibanya di gedung
apartemen, aku berpisah dengan Eun Hye karena kamar Myungsoo dan Heechul
berbeda lantai. Tanganku mengetuk pintu kamar Myungsoo. Aku mengintipnya
melalui jendela. Dia terlihat sedang bermain game dan penampilannya benar-benar
berantakan seperti bangun tidur. Detik itu juga, dia bergegas membuka pintu
kamarnya lalu menyuruh aku masuk. Aku pun duduk, sedangkan dia berkutik dengan
game miliknya lagi. Aku hanya bisa mendengus sambil menatapnya tak percaya. Aku
menyuruhnya untuk mengeratkan kaca spion motorku karena saat kami pergi kemarin
malam kaca spion motorku longgar, sehingga tidak bisa digunakan. Selama 30
menit menunggunya, akhirnya dia beranjak dari duduknya lalu keluar menghampiri
motorku. Dia mengeratkan kaca spion motorku. Mulutku menganga tak percaya
karena dia menyelesaikannya dengan cepat. Padahal aku masih ingin bersamanya.
Aku tak mempunyai alasan lagi untuk lebih lama disana. Aku pun berpamitan
padanya. Sebelum pergi, dia menghentikanku. Awalnya aku senang sekali. Namun,
dia malah menyuruhku untuk ke kafe memesankan makanan untuknya. Mataku
terbelalak tak percaya. Padahal aku berharap dia menyuruhku untuk bersamanya
lebih lama lagi. Aku mendesah kecewa sambil menganggukan kepalaku sebagai tanda
mengerti. Akhirnya aku benar-benar keluar dari apartemennya. Meskipun secara
status hubungan kita berakhir, namun aku berharap perasaan kita masih sama
seperti dulu. Saranghae, Myungsoo-ya.
Pada tanggal 5 Februari 2015 tepat
pukul 11.00 a.m, aku mengirim pesan pada Myungsoo. Aku ingin bertemu dengannya.
Selain melepas rasa rinduku, aku ingin mengajaknya jalan-jalan. Hampir 15 menit
aku menunggunya. Dia tak kunjung datang di tempat kita bertemu. Saat hendak
beranjak pergi, tiba-tiba sepasang sepatu berada dihadapanku. Aku mengangkat
kepalaku untuk melihat pemilik sepatu itu. Ternyata dia adalah Myungsoo. Sudut
bibirku tersenyum manis. Tanpa basa-basi, dia menanyakan maksud dan tujuanku
menghubunginya. Aku pun menjawab pertanyaannya. Aku ingin mengajaknya pergi
jalan-jalan. Dia pun menyetujuinya. Namun, dia menyuruhku untuk menemaninya ke
ATM untuk mengecek uangnya. Dia keluar dari ATM sambil menggelengkan kepalanya.
Dia menyuruhku untuk menunggu hingga tanggal 14 Februari 2015. Pada tanggal 14
Februari 2015 itu, kami akan pergi jalan-jalan. Aku senang bukan main saat itu.
Tapi, aku tak bisa menunjukan perasaan senangku padanya saat itu. Aku
mengantarkannya hingga ke parkiran kampus. Saat dia akan pulang, aku
melambaikan tangannya. Sedangkan dia membalasnya dengan tersenyum padaku.
Motornya melaju tepat di depanku. Mataku hanya menatap kepergiannya yang
semakin jauh dari pandanganku. Aku harap kau tak melupakan acara jalan-jalan
kita, Myungsoo-ya. Mengingat kau sangat pelupa.
Pada tanggal 14 Februari 2015 tepat
pukul 9.00 p.m, mataku menatap nanar pada ponselku. Tak ada satu pesan pun dari
Myungsoo. Bahkan aku mengiriminya banyak pesan dan meneleponnya. Namun, dia tak
membalas satu pesan pun dan tak menjawab panggilan telepon dariku. Tepat pukul
11.00 p.m, akhirnya dia menjawab panggilan telepon dariku. Namun, dia
menggagalkan rencana main kami karena dia sedang berada di rumah saudaranya.
Rasa kecewa pun melanda hatiku. Tapi, apa yang bisa aku perbuat lagi selain
menerimanya. Tiba-tiba panggilan teleponku terputus. Mataku terbelalak tak
percaya. Apakah dia sengaja memutuskannya? Ataukah baterai ponselnya habis? Aku
mencoba menghubunginya sekali lagi. Namun, ponselnya tidak aktif. Aku mendesah
sambil berpikir positif tentangnya. Aku berharap baterai ponselnya habis untuk
menenangkan pikiran dan hatiku. Saat kami berpacaran, beribu-ribu kali aku
mengajaknya untuk pergi kencan. Namun, selalu gagal. Alasan pertama, dia
mempunyai acara yang lain. Kedua, dia tidak ada uang. Terakhir, dia lupa. Kali
ini adalah alasan lupa yang membuat kita gagal untuk pergi jalan-jalan. Mungkin
saat ini kata jalan-jalan yang tepat untuk kami, dibandingkan kata kencan.
Mengingat hubungan kami telah berakhir.
Pada tanggal 19 Maret 2015 tepat
pukul 3.00 p.m, aku memberanikan diri menghampiri Tae Woo. Aku dengar Myungsoo
dan Tae Woo pindah apartemen. Lebih tepatnya mereka berada pada apartemen baru
yang sama. Aku meminta Tae Woo untuk mengantarkanku ke apartemen Myungsoo.
Setibanya disana, aku bisa melihat Myungsoo sedang bermain game dibalik
jendela. Tae Woo menyuruhku untuk masuk. Ku lihat Myungsoo masih fokus bermain
game miliknya. Tae Woo pun masuk ke kamarnya. Mataku melirik lagi ke arah
Myungsoo. Ternyata dia benar-benar tak menyadari kehadiranku. Aku pun
melepaskan wedges milikku, lalu duduk disampingnya. Terlihat dia sedikit
terkejut sambil menatapku. Aku membalas tatapannya dengan tersenyum. Tangannya
berhenti memainkan game miliknya. Matanya melirik ke sekelilingnya. Aku pun
baru menyadari kondisi kamarnya yang begitu berantakan. Kakinya bergegas
beranjak dari duduknya lalu membersihkan apartemennya. Selama 20 menit, dia
membersihkan semuanya. Sedangkan aku duduk sambil melihatnya dan menahan
tawaku. Setelah selesai, dia kembali duduk disampingku. Dia menanyakan alasanku
datang ke apartemennya. Detik itu juga, aku menanyakan alasannya membatalkan
acara jalan-jalan kami. Awalnya aku ingin memarahinya. Namun, aku tak bisa
marah padanya. Dia menjawab bahwa dia mempunyai acara di rumah saudaranya. Aku
bertanya lagi. Mengapa dia tak membalas pesanku? Mengapa dia tak menjawab
panggilanku? Mengapa dia memutuskan panggilan telepon dariku? Dia menjawab. Dia
bukan memutuskan panggilan telepon itu, tetapi baterai ponselnya habis.
Ternyata harapanku saat itu benar-benar terwujud, baterai ponselnya benar-benar
habis. Lalu dia menjawab lagi. Dia tak memegang ponselnya selama disana. Dia
membalas pesanku saat dia baru membacanya. Aku sudah tak heran mendengarnya.
Tangannya selalu berkutik dengan game miliknya dibandingkan ponselnya. Setelah
itu, dia menanyakan. Apakah aku lapar? Aku menjawab, iya. Tanganku pun terulur
untuk mengambil dompetku. Namun, dia mengatakan akan meneraktirku jjangmyeon.
Aku senang bukan main saat itu. Selain menghemat pengeluaranku, ini adalah
pertama kalinya dia meneraktirku setelah hubungan kami berakhir. Mulutku
menganga tak percaya ketika dia mengajak Tae Woo juga. Aku rasa ini akan
menjadi cinta segitiga. Dimana aku harus bisa memenangkan Myungsoo dan mengalahkan
Tae Woo. Setelah makan, aku bosan bukan main. Mereka berbincang-bincang
mengabaikanku. Kakinya mengetuk lantai dengan pelan-pelan. Tiba-tiba Myungsoo
mengajakku kembali ke apartemennya. Saat aku mengajak Tae Woo untuk kembali,
Tae Woo menolaknya karena dia masih ingin berada di luar. Akhirnya aku dan
Myungsoo pulang ke apartemen. Setibanya di apartemen, dia bergegas duduk lalu
memainkan game miliknya lagi. Lagi-lagi aku diabaikan olehnya. Aku pun
memainkan ponselku karena merasa bosan. Dia bermain game selama 30 menit. Tanpa
sengaja mataku melirik ke arahnya. Aku melihat dia mematikan game kesayangannya
itu. Lalu dia tiduran disampingku. Dia mengatakan bahwa setiap ada aku
disampingnya, maka dia selalu mengantuk. Aku menyuruhnya untuk tiduran di pahaku.
Namun, dia menolaknya. Dia tidur beralasan tangannya sebagai bantalnya. Aku
hanya menatap tingkah lakunya. Aku menyuruhnya jangan tidur. Dia mengatakan
hanya memejamkan matanya saja, namun dia mendengarkanku bicara. Dari jaman
pacaran hingga putus pun tingkah lakunya masih sama. Dia pasti tidur disaat aku
berkunjung ke apartemennya. Aku meminta pengganti acara jalan-jalan kami yang
sempat gagal. Aku tidak ingin acara kali ini gagal lagi. Dia pun menyetujuinya
dan menyuruhku untuk datang ke apartemenku 2 hari lagi. Setelah itu, aku pun
memutuskan untuk membiarkannya tidur. Aku tahu bahwa sore hari adalah jadwalnya
untuk tidur. Sedangkan malam hari adalah jadwalnya bermain game. Tanpa rasa
ragu, tanganku terulur untuk mengelus-elus kepalanya dan memainkan rambutnya.
Dia tak menolaknya sama sekali. Hal itu membuatku semakin ingin menyentuh
wajahnya. Namun, aku menahan agar tak menyentuh wajahnya. Bagiku mengelus-elus
kepalanya sudah cukup. Aku melirik jam pada ponselku. Awalnya aku menyuruhnya
untuk mengantarkanku tepat pukul 6.00 p.m. Namun, dia mengatakan akan
mengantarkanku pukul 7.00 p.m. Aku pun menunggunya sambil mengelus-elus
kepalanya lagi. Kini telah menunjukan pukul 7.00 p.m pada ponselku. Namun,
lagi-lagi dia mengatakan akan mengantarkanku pukul 8.00 p.m. Aku senang bukan
main karena secara tidak langsung dia menahanku untuk tetap bersamanya,
meskipun alasannya masih mengantuk. Akhirnya ponselku telah menunjukan pukul
8.00 p.m. Aku membangunkannya lagi untuk mengantarkanku pulang. Lagi-lagi dia
menyuruhku untuk menunggunya. Kali ini aku menolaknya karena sudah malam. Aku
sangat takut. Aku masih trauma dengan kasus penjambretan yang pernah ku alami
dulu. Akhirnya dia membuka matanya lalu mencuci wajahnya. Aku pun berpamitan
pada Tae Woo. Akhirnya Myungsoo mengantarkanku pulang hingga keluar kompleks
apartemennya karena aku membawa motorku sendiri. Selama perjalanan pulang, aku
berharap semoga acara jalan-jalan kali ini tidak gagal lagi. Aku ingin
bersamamu, Myungsoo-ya.
Pada tanggal 21 Maret 2015 tepat
pukul 9.00 a.m adalah kesepakatan aku dan Myungsoo untuk bertemu di
apartemennya. Namun, aku terlambat bangun. Aku berangkat menuju apartemennya
sekitar pukul 9.30 a.m. Setibanya disana, aku melihat Jong Ki. Aku tersenyum
padanya. Mataku mencari keberadaan Myungsoo. Lagi-lagi aku harus melihatnya
bermain dengan game kesayangannya. Aku mengeluarkan makanan dari tas milikku
untuk Tae Woo dan Jong Ki. Aku pun duduk disamping Myungsoo. Aku mengajaknya
untuk bergegas pergi. Namun, dia menyuruhku untuk menunggunya. Dia berencana
pergi pada siang hari. Mataku terbelalak tak percaya. Dia menyuruhku untuk
datang pagi hari ke apartemennya. Namun setelah aku tiba, dia mengatakan akan
berangkat siang hari. Mataku melirik ke arah jam pada ponselku. Siang hari
benar-benar terasa lama bagiku. Aku pun memainkan ponselku untuk menghilangkan
rasa bosanku. Tiba-tiba Jong Ki muncul, dia menggelengkan kepalanya sambil
menatapku. Dia mengatakan aku ini sangat bodoh karena aku bersedia menunggu Myungsoo
bermain game kesayangannya. Aku hanya menganggukkan kepalaku sambil tersenyum
padanya. Setelah itu, dia pergi ke kamar Tae Woo. Aku melirik ke arah Myungsoo.
Tanpa merasa bersalah padaku, dia tetap melanjutkan permainannya. Aku mendengus
kesal padanya. Tanpa terasa selama satu jam aku menunggunya. Akhirnya dia
beranjak dari kursinya. Dia mengambil peralatan untuk memperbaiki motornya.
Selama ini dia selalu memodifikasi motornya hingga melepaskan step belakang
motornya. Entah disengaja atau tidak. Yang jelas tak ada orang lain yang
menaiki motornya. Tanpa ku sadari, bibirku tersenyum bahagia. Mengingat semua
hal itu. Setelah itu, kami bersiap-siap untuk pergi. Tae Woo menghampiri kami.
Dia menyuruh Myungsoo untuk membawa laptopnya. Detik itu juga, aku melarangnya
dengan tegas. Aku tak ingin berbagi Myungsoo dengan game kesayangannya itu.
Terlebih lagi ini adalah acara jalan-jalan kami yang sangat ku nantikan. Tae
Woo tertawa sambil masuk ke kamarnya lagi. Aku menatap tajam pada Myungsoo.
Sedangkan dia menyuruhku untuk bergegas menaiki motornya. Aku benar-benar tak
percaya saat itu. Kita pergi ke Pulau Jeju hanya berdua saja. Selama
perjalanan, sebisa mungkin aku menahan hasratku untuk tidak memeluknya. Namun,
dia melajukan motornya dengan kecepatan penuh. Aku pun refleks memeluknya.
Jantungku berdetak dengan cepatnya. Mataku menerjap tak percaya. Mulutku terdiam
membisu. Hangat, itulah yang ku rasakan saat itu. Sudah lama aku tak memeluknya
seperti itu. Aroma tubuhnya benar-benar memabukanku. Tiba-tiba hujan turun. Aku
bertanya padanya. Apakah dia membawa jas hujan? Dia menjawab tidak. Meskipun
rintik-rintik hujan mengenai tubuhku, namun tubuhku tidak terlalu basah karena
Myungsoo duduk didepanku. Justru yang ku khawatirkan adalah tubuhnya. Aku
melepaskan pelukanku. Tanganku masih dalam posisi seperti memeluknya. Namun,
aku melebarkan jari-jemari tanganku agar tubuhnya tidak basah. Tanganku terasa
sangat dingin saat itu. Hal tak diduga terjadi. Hujan semakin deras. Akhirnya
kami memilih untuk berteduh di depan sebuah toko. Mulut kami terdiam membisu.
Tak ada diantara kami yang memulai pembicaraan. Kami mengeluarkan ponsel
bersama-sama. Tangan dan mata kami fokus pada ponsel. Aku merasa sangat
canggung. Bahkan aku tak tahu harus bicara apa. Aku pun berinisiatif memulai
pembicaraan. Bagaimana bila hujan tak kunjung reda? Apakah kita akan
melanjutkan perjalanan? Ataukah kita kembali? Dia menjawab. Jika hujan tak
kunjung reda, maka sebaiknya kita kembali atau kita menginap di rumah saudaraku
saja. Mataku terbelalak tak percaya. Aku tak mungkin menginap di rumah
saudaranya. Bagaimana kalau saudaranya menanyakan hubungan kami? Apa yang harus
ku jawab? Jika aku menjawab mantan kekasihnya, maka aku akan dikira
mengejar-ngejarnya. Harga diriku bisa jatuh. Aku tak ingin itu terjadi.
Tiba-tiba dia mengatakan bahwa kita tidak mempunyai pilihan lain. Dia
mengatakan hal itu seakan-akan bisa membaca pikiranku. Selama 30 menit kami
menunggu, akhirnya hujan reda. Mata kami menatap langit bersama-sama. Dia
menyuruhku untuk bergegas pergi. Udara terasa sangat dingin. Tanganku terulur
memeluknya dengan sendirinya. Aku menyuruhnya agar melajukan motornya dengan
hati-hati karena jalanan sangat licin. Namun, dia menghiraukannya. Dia tetap
melajukan motornya dengan kecepatan penuh. Tiba-tiba hujan muncul lagi. Kami
pun berteduh di sebuah restoran favoritnya. Ternyata dia sering berkunjung di
restoran itu. Kami memesan makanan. Pelayan restoran menatap penampilan kami.
Detik itu juga, aku baru menyadari bahwa pakaian kami basah. Terlebih lagi
penampilan kami seperti pasangan pembalap motor. Akhirnya makanan kami datang.
Kami mulai menikmati makanan dalam diam. Lagi-lagi tak ada yang memulai
pembicaraan. Setelah selesai makan, hujan tak kunjung reda. Dia memesan makanan
pencuci mulut, sedangkan aku memainkan ponselku karena bosan. Mataku sesekali
melirik ke arah hujan. Dia mengajakku melanjutkan perjalanan saat hujan
rintik-rintik. Aku menatap wajahnya. Wajahnya terlihat pucat. Aku tak ingin dia
sakit karena kehujanan. Namun, kakinya telah melangkah menghampiri motornya.
Aku hanya mengikuti perintahnya. Kini telah menunjukan pukul 06.00 p.m. Kami
masih belum sampai di Pulau Jeju. Kami berhenti di depan supermarket. Dia
membeli beberapa minuman untuk kami. Sedangkan aku menunggunya di luar. Setelah
meneguk minuman itu, kami melanjutkan perjalanan kami. Aku tak menyangka bahwa
perjalanan kami sangat jauh. Namun, semua itu terasa cepat bagiku. Aku masih
ingin bersamanya lebih lama lagi. Akhirnya kami tiba di Pulau Jeju tepat pukul
08.00 p.m. Tiba-tiba hujan deras dan kami belum menemukan hotel yang kosong.
Kamar hotel yang ada disana sangat penuh. Mengingat hari itu adalah weekend. Dia menghentikan motornya di
depan sebuah hotel. Dia menyuruhku untuk duduk dan menunggunya. Aku pun
mengikuti perintahnya. Sedangkan dia berjalan pergi meninggalkanku. Mulutku
ingin bicara untuk mencegahnya. Namun, kakinya telah melangkah sangat jauh. Aku
menunggunya dengan perasaan gelisah. 10 menit kemudian, dia datang. Kini
tubuhnya benar-benar basah. Aku berdiri hendak menghampirinya. Namun, dia
berlari menghampiriku. Dia mengatakan telah menemukan kamar untuk kami sambil
tersenyum. Sedangkan aku menatapnya tak percaya. Jadi, dia menerjang hujan demi
mencari kamar untuk kami. Detik itu juga, mataku berbinar-binar dan tersenyum
padanya. Ingin rasanya aku mengucapkan terima kasih padanya. Namun, kata itu
tak keluar dari mulutku. Kamar hotel itu benar-benar diluar dugaanku. Aku
sempat mengira kamar itu mewah. Tapi ternyata kamar itu sangat sederhana dan
minimalis. Tak ada pilihan lain selain menyewanya karena semua kamar hotel yang
ada telah terisi. Aku menjemur jaketku yang basah. Aku mencari celana kering.
Karena aku tak mungkin menggunakan celana basah untuk tidur. Namun, aku tak
menemukannya di tas milikku. Yang ku temukan hanya pakaianku dan pakaian
Myungsoo. Aku pun memutuskan untuk memakai celana itu. Namun, Myungsoo
menyuruhku untuk mengganti celanaku dengan celana pendeknya. Mataku terbelalak
tak percaya. Mulutku menganga sambil menatapnya. Selama ini aku tak pernah
memakai celana pria, kecuali aku pernah mengenakan pakaian pria. Mataku menatap
celana pendeknya dan celanaku yang basah. Aku pun memutuskan untuk ke kamar
mandi lalu menggantinya. Bibirku tersenyum mengingat aku mengenakan celana
Myungsoo. Saat keluar dari kamar mandi, dia menatapku. Lebih tepatnya menatap
celananya yang ku pakai. Dia berbaring di ranjang sambil memainkan ponselnya.
Begitu pun denganku. Kami saling menghadap satu sama lain dan membicarakan
teman sekampus kami. Kami membicarakan Tae Woo, Jong Ki, Eunhyuk, dan teman
lainnya. Setelah lelah, kami memutuskan untuk tidur. Ku lihat dia sudah
memejamkan matanya. Aku bertanya padanya. Apakah kamu sudah tidur? Dia menjawab
sambil memejamkan matanya. Tidak, aku mendengarmu. Tanganku terulur untuk
mengelus-elus kepalanya. Awalnya aku takut dia akan menolaknya. Tapi, dia
menerimanya bahkan tersenyum. Mataku menatap wajahnya yang terlihat pucat. Aku
berpikir. Apakah dia sedang demam? Tanganku memegang tangannya. Tenyata
tangannya terasa hangat yang menandakan dia tidak demam. Detik itu juga dia
membuka matanya. Aku tersenyum sambil memijit tangan hingga jari tangannya. Aku
bertanya padanya. Apakah kamu tidak lelah mengendarai motor selama kurang lebih
8 jam? Dia menjawab, tidak. Aku meliriknya sekilas sambil mengatakan bahwa jari
tangannya terlihat sangat lemas. Aku meletakan tangan kirinya pada perutku.
Tanganku pun memegang dan memijit tangan kirinya. Dia terdiam tak bicara apapun
sambil memindahkan tangan kirinya dari perutku ke ranjang. Sedangkan aku masih
memijat jari tangan kanannya. Setelah selesai, aku meletak tangan kanannya pada
perutku. Hal tak pernah ku duga terjadi. Tangannya menyentuh perutku hingga
menelusup pada kemejaku. Tangannya meremas payudaraku dengan kasar. Saat itu
aku tak berani menatapnya. Aku lebih memilih menikmati tiap sentuhannya.
Tangannya merambat pada miss V milikku. Dia mengatakan, hei celana dalammu
telah basah rupanya. Jujur, aku sangat malu saat dia mengatakan hal vulgar
seperti itu. Dia melepaskan tangannya dari miss V milikku, lalu beranjak dari
ranjang. Dia mematikan lampu kamar, lalu duduk sambil bersandar pada ranjang.
Dia menyuruhku untuk duduk di pangkuannya. Tanpa banyak bicara lagi, aku
menuruti perintahnya. Tangan kanannya meremas payudaraku dengan kasar, sedangkan
tangan kirinya mengoyak-oyak miss V milikku. Dia mengatakan padaku bahwa ukuran
payudaraku masih sama seperti dulu tak berubah sedikit pun. Detik itu juga, aku
berpikir. Mengapa dia masih mengingat ukuran payudaraku? Padahal kami tak
pernah melakukan hal ini lagi selama 1,8 tahun. Apakah pikirannya sama
denganku? Disaat aku menginginkan sentuhannya, maka aku pasti mengingat semua
hal yang pernah kami lakukan dulu. Ternyata mengingat saja tak cukup bagiku.
Aku benar-benar menginginkan sentuhannya, namun aku harus menahannya. Mengingat
hubungan kami telah berakhir. Tapi sekarang, dia melakukannya lagi. Padahal kami
tidak berpacaran lagi. Aku hanyalah mantan kekasihnya. Apakah mungkin dengan
status sebagai mantan kekasih kami melakukan hal ini? Sudah pasti jawabannya,
tindakan kami ini adalah salah. Tapi, aku pun tak bisa memungkurinya. Aku
sangat merindukan sentuhannya. Kini aku mendapatkannya. Perlahan-lahan aku
mengingat sentuhannya. Aku yakin setelah semua ini berakhir, dia pasti
menolaknya seperti dulu saat aku meminta hal ini. Saat aku menikmati
sentuhannya, tiba-tiba dia bertanya hal yang menyakiti hatiku. Apakah aku masih
perawan? Begitulah pertanyaannya. Aku pun menjawab. Aku terakhir melakukan hal
ini bersamamu, Myungsoo-ya. Aku terdiam dan meneruskan perkataanku dalam
hatiku. Bahkan setelah itu tak pernah sedikit pun terlintas pikiranku untuk
melampiaskan nafsuku pada pria lain. Jika aku menginginkan hal itu, maka detik
itu pula aku harus menahannya sebisa mungkin. Aku tak ingin pria lain menjamah
tubuhku. Aku hanya ingin kau yang menyentuh tubuhku seperti saat ini,
Myungsoo-ya. Apakah dimatamu aku seperti wanita murahan sehingga kau bertanya
seperti itu, Myungsoo-ya? Pikiranku berhenti ketika merasakan nyeri pada miss V
milikku. Dia mengoyak miss V milikku terlalu kasar. Aku tak sanggup menahan
rasa nyeri pada miss V milikku. Rasa sentuhannya kali ini sangat berbeda dengan
dulu. Dulu dia bermain halus hingga rasanya menjadi candu bagiku. Namun
sekarang, aku ingin menghentikannya. Aku menyuruhnya untuk berhenti. Tapi dia
menyuruhku untuk bertahan 10 menit lagi. Aku merengek padanya. Bahkan mengapit
tangannya yang berada di miss V milikku dengan kedua pahaku. Bukannya dia
berhenti, malah membungkam mulutku dengan tangan kanannya yang sebelumnya digunakan
untuk meremas payudaraku. Aku berusaha untuk melepaskan tangannya dari mulutku.
Setelah berhasil, dia pun melepaskan tangannya dari miss V milikku. Detik itu
juga, aku bergegas memakai celana dalamku. Saat aku berbaring di ranjang, dia
membelakangi tubuhku. Aku bertanya padanya. Apakah kau marah padaku? Dia
menjawab, tidak. Aku pun memilih untuk istirahat. Jujur, meskipun kami
melakukannya sebentar. Namun, hal itu sangat melelahkan bagiku. Selama 10
menit, aku belum bisa memejamkan mataku. Tapi tubuhku terasa sangat panas. Aku
bergumam sendiri. Mengapa udara disini panas sekali? Dia merespon gumamanku.
Dia menyuruhku untuk menyalakan AC. Aku pun menyalakan AC. Saat aku membuka
kancing kemejaku, ku lihat dia membalikan tubuhnya hingga melihat ke arahku.
Aku menatapnya sambil bicara. Apa yang kau lihat? Bukannya menjawab, dia malah
memejamkan matanya sambil memeluk tubuhku. Mataku terbelalak tak percaya. Aku
pun membiarkannya sambil memejamkan mataku. Aku harap semua ini bukanlah mimpi.
Aku ingin bersamamu seperti saat ini, Myungsoo-ya. Aku tak akan melupakan
sentuhan dan pelukanmu kali ini. Semoga kita bermimpi indah malam ini.
Saranghae, Myungsoo-ya.
TBC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar