Minggu, 08 November 2015

[Special Edition Love is Feeling] Ji Won’s Diary Part 12

[Special Edition Love is Feeling] Ji Won’s Diary Part 12
Title                 : [Special Edition Love is Feeling] Ji Won’s Diary Part 12
Author             : Cavela
Length             : Series
Genre              : Romance and Sad
Main Cast        : Kim Myung Soo aka L Infinite and Kim Ji Won
Other Cast       : Cho Kyuhyun, Kim Yerim, Kim Ryeowook, Beige, Kim Heechul, Im Yoona,  Leeteuk aka Seongseonim Park, Hyuna, Gayoon, Yoo Seung Ho, Jung Yong Hwa, Lee Hyukjae aka Eunhyuk, Song Eunji, Han Ji Min, Kang In aka Seongseonim, Park Shi Ho, Hwang Jung Eum, Lee Da Hee, Lee Jun Ki, Song Hye Kyo, Han Ga In, Park Shin Hye, Yoon Eun Hye, Jessica Jung, Moon Chae Won, Kang So Ra, Goo Hye Sun, Lee Sunkyu aka Sunny, Lee Hong Ki, Shindong, Kim Bum, Kim Gyeong, Song Ye Jin, Park Si Yeon, Jung So Min, Kim Jae Joong, Seo In Guk, Kwon Yuri, Kim Sae Ron, Tuan Kim, Nyonya Kim, Micky Yoochun, Choi Sulli, Kim So Eun, Lee Joon, Tae Yang, Kim Haneul, Kang Min Hyuk, Kim Hyun Joong, Kim Tae Woo, Kim Jae Joong, Shin Min Ah, Han Hyo Joo, Lee Taemin, Victoria Song, Choi Minho, Wooyoung, Park Min Young, Jang Geun Suk, Song Jong Ki, Lee Jae Jin, Seulgi, member Infinite, member Super Junior, member Girls Generation, Lee Min Ho, Yoon Bora, Bae Suzy, Sung Si Kyung, Lee Jonghyun, Lee Sungmin


Preview                 

Pada tanggal 21 Maret 2015 tepat pukul 9.00 a.m adalah kesepakatan aku dan Myungsoo untuk bertemu di apartemennya…………………………………………………………..................................

Saat aku membuka kancing kemejaku, ku lihat dia membalikan tubuhnya hingga melihat ke arahku. Aku menatapnya sambil bicara. Apa yang kau lihat? Bukannya menjawab, dia malah memejamkan matanya sambil memeluk tubuhku. Mataku terbelalak tak percaya. Aku pun membiarkannya sambil memejamkan mataku. Aku harap semua ini bukanlah mimpi. Aku ingin bersamamu seperti saat ini, Myungsoo-ya. Aku tak akan melupakan sentuhan dan pelukanmu kali ini. Saranghae, Myungsoo-ya.

Next

Pada tanggal 22 Maret 2015 tepat pukul 04.00 a.m, aku terbangun dari tidurku. Saat membuka mataku, ku lihat Myungsoo masih terlelap dalam tidurnya. Tubuhku menyamping. Mataku menatap wajahnya. Wajahnya terlihat sangat polos. Aku ingin sekali menyentuh wajahnya. Hatiku sangat ragu untuk menyentuhnya. Aku pun memberanikan diri untuk menyentuhnya. Tanganku membelai wajahnya secara perlahan-lahan sambil merasakan tiap sentuhan pada wajahnya. Tanpa terasa selama 2 jam tanganku masih membelai wajahnya. Keningku mengernyit karena dia tak kunjung bangun. Apakah dia menikmati sentuhanku? Ataukah dia tak merasakan sentuhanku karena masih terlarut dalam mimpi indahnya? Mataku tak bisa berpaling darinya sedetik pun. Sempat terpikir olehku, aku akan mengingat bentuk wajahnya melalui sentuhan tanganku ini. Aku takut ini adalah terakhir kalinya aku menyentuh wajahnya. Tiba-tiba dia menggerakkan matanya. Aku bergegas menghentikan belaianku lalu membelakangi tubuhnya. Dia mengambil ponselnya lalu duduk. Dia mengatakan masih pagi. Lebih tepatnya pukul 06.00 a.m. Dia mengajakku pergi keluar untuk membeli perlengkapan mandi dan makan. Kami berjalan mencari supermarket. Namun, kami hanya menemukan minimarket. Kami membeli perlengkapan mandi dan sandal karena kami tak mungkin menelusuri pantai memakai sepatu. Aku tersenyum melihat sandal yang kami beli. Karena sandal itu adalah sandal pasangan. Setelah itu, kami mencari sebuah café atau restoran. Ternyata café atau restoran tersebut kebanyakan menyajikan menu seafood. Aku tak mungkin memakan seafood. Awalnya aku menawarinya makan disana. Aku menyuruhnya untuk makan disana, sedangkan aku hanya menemaninya saja. Tapi, dia lebih memilih membeli roti. Kami pun kembali ke kamar. Dia memakan rotinya, sedangkan aku lebih memilih mandi. Saat buang air kecil, aku merasakan perih dan nyeri bersamaan pada miss V milikku. Aku membungkam mulutku dengan tanganku sendiri. Aku tak menyangka rasa sakitnya seperti ini. Bahkan air mataku mengalir begitu saja. Aku pun bergegas mandi karena aku tak mungkin berlama-lama di kamar mandi. Setelah mandi, aku meletakan handuk dan peralatan mandi kami disana. Sudut bibirku pun tersenyum. Mengingat semua itu. Kami seperti sepasang pengantin muda yang sedang berbulan madu. Kami menggunakan kamar yang sama, tidur bersama, menggunakan handuk dan peralatan mandi yang sama, bahkan hampir melakukan hubungan suami istri. Aku pun keluar dari kamar mandi lalu menyuruhnya untuk mandi. Setelah mandi, kami bergegas pergi untuk menelusuri pantai. Di sepanjang jalan, kami jalan bersama. Namun, dia seperti menjaga jarak dariku. Dia membeli makanan ringan untuk cemilannya. Lagi-lagi aku harus menahan rasa laparku karena aku tak menyukai makanan itu. Kami berjalan lagi, sedangkan dia berjalan sambil makan. Tak ada satu pun diantara kami yang memulai pembicaraan. Kaki kami terus melangkah hingga membawa kami ke pantai yang terdapat pasir putih. Dia membayar tiket untuk kami berdua. Kami pun mulai masuk. Kami berjalan dalam diam. Saat melewati jembatan, aku merasa risih melihat pria lain menatapku penuh minat. Ku akui penampilanku ini terlihat cukup sexy. Aku menggunakan celana pendek milik Myungsoo dan tank top, walaupun dilapisi oleh kemeja. Namun, aku tak mengancingkan kemejaku hingga terlihat belahan dadaku. Aku melewati pria itu dengan perasaan gelisah. Hal yang tak pernah ku duga sebelumnya terjadi. Myungsoo menghampiriku lalu berjalan bersama disampingku. Sejak itu dia berjalan disampingku. Terlihat wajah pria itu sedikit kecewa. Hatiku pun merasa lega. Aku tak perlu takut dengan tatapan pria lainnya selama Myungsoo ada disampingku. Kami masih berjalan dalam diam. Hingga kami menemukan tempat duduk untuk melihat pemandangan laut itu. Kami duduk dan masih diam. Aku tak berani meliriknya. Aku pun memutuskan untuk menatap laut. Tanpa sengaja, mataku melirik ke arahnya. Dia sedang memotret pesona laut itu dengan kamera di ponselnya. Aku jadi ingat bahwa ponsel yang kami gunakan sama. Dia pun mengajakku pergi ke pasir putih. Saat mataku melirik ke arah pasir putih, aku menolaknya karena tempat itu sangat ramai. Akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke hotel. Selama di perjalanan, kami masih terdiam. Hanya suara langkah demi langkah yang terdengar. Kami pun melewati sebuah gua. Dia berjalan menghampiri gua itu. Aku bergidik ngeri melihat gua itu. Dengan refleks, aku memegang lengannya. Perasaan takut pun menyelimutiku. Setibanya di pintu gua, dia menarik tanganku untuk masuk. Aku panik bukan main saat itu. Gua itu sangat gelap bahkan tak ada satu pun penerangan disana. Dia menarikku hingga aku masuk ke gua itu. Lalu dia lari meninggalkanku. Mataku terbelalak bukan main. Mataku melirik ke arah belakangku dengan perasaan takut. Aku takut ada hantu disana. Detik itu juga, aku berlari keluar lalu menyusulnya. Tanganku memegang lengannya sambil bernafas. Ku dengar dia menertawaiku dan mengataiku penakut. Detik itu juga, aku memukul pelan lengannya. Tanganku tak melepaskan lengannya sedetik pun. Aku takut dia akan mengerjaiku lagi. Kini kami tiba di gua kedua. Dia berjalan ke arah gua itu. Aku melepaskan tangannya dan membiarkannya pergi. Namun, aku sangat penasaran. Aku pun berjalan dibelakangnya. Aku sengaja melepaskan tangannya agar dia tak menarikku seperti di gua pertama. Kini dia telah berada di depan pintu gua. Dia terlihat menikmati pemandangan gua itu. Aku yang berada dibelakangnya pun merasa penasaran. Aku sedikit mengintip dibalik tubuhnya. Namun, lagi-lagi dia berlari meninggalkanku sambil tertawa. Detik itu juga, aku berlari ketakutan. Sial, dia menjailiku dua kali. Setelah berhasil mengejarnya, aku memegang tangannya. Kali ini tak kan ku lepaskan tangannya begitu saja. Kami terus menelusuri tempat itu. Langkahku terhenti ketika mataku melihat pantai yang begitu indah. Aku mengajaknya untuk bermain air sebentar disana. Namun, dia menolaknya sambil meneruskan langkahnya. Wajahku cemberut sambil mengikutinya dibelakang. Sangat disesalkan sekali aku tak bisa menikmati permainan itu. Mataku terbelalak ketika melihat seekor kera di depan kami. Aku menitipkan minumanku padanya. Karena aku tahu kera itu sedang mengincar makanan dan minumanku. Ku lihat dia memasukan minumanku ke dalam saku celananya, lalu mengambil sebatang kayu. Dia mengatakan bahwa kayu itu dipergunakan untuk mengusir kera. Tanganku memegang erat lengannya. Awalnya aku hanya mengira seekor kera saja. Ternyata kini banyak kera di depan mataku. Dia memegang tanganku. Mataku pun sontak menatapnya. Jantungku berdegup kencang saat tangannya memegang tanganku. Namun, dia menghancurkan degupan jantungku dalam sekejap. Dia menarik tanganku ke arah kera itu. Lalu berlari meninggalkanku. Aku merasa kesal bukan main saat itu. Dia berhasil menjailiku sebanyak 3 kali. Saat aku berhasil mengejarnya, ku lihat dia sedang duduk. Aku menghampirinya sambil memegang kedua bahunya dari belakang. Aku bertanya padanya. Apakah kau lelah? Dia hanya menganggukan kepalanya. Aku pun memijat kedua bahunya itu. Tanpa sengaja mataku melirik ke arah kanan dan kiri. Ku lihat semua orang yang melewati kami menatapku dengan tatapan yang sulit ku artikan. Aku pun menyuruhnya beranjak untuk pergi. Lagi-lagi dia berlari meninggalkanku. Aku pun mengejarnya. Akhirnya kami keluar dari tempat itu. Kali ini aku tak perlu khawatir jika dia meninggalkanku lagi. Karena tempat yang sedang kami telusuri kali ini sangat ramai. Ku lihat banyak wahana yang bisa dinaiki seperti sepeda untuk pasangan, mobil untuk berkeliling, dan masih banyak lagi. Namun, dia tak mengajakku untuk menaiki salah satu wahana itu. Dia memilih berjalan saja. Mataku menatap mobil itu. Ku lihat salah satu penumpang itu melihat ke arahku. Lebih tepatnya ke arah dadaku. Aku tak heran menatap penumpang itu. Karena penumpang itu adalah seorang pria. Setelah mobil itu melaju sangat jauh, ku lihat mobil lainnya di depanku. Lagi-lagi penumpang pria itu menatap dadaku. Aku pun mengabaikannya. Tiba-tiba Myungsoo membenarkan kemejaku, walaupun tidak mengancingkannya. Setidaknya bisa menutupi belahan dadaku. Mataku pun menoleh padanya. Detik itu juga, dia merangkul bahuku. Mataku terbelalak bukan main. Jantungku berdegup lebih kencang kali ini. Mulutku menelan salivaku sendiri. Apakah aku sedang bermimpi? Jika ini memang mimpi, maka aku mohon jangan bangunkan aku dari tidurku! Ternyata semua ini adalah nyata. Aku merasa lelah dengan perjalanan kami. Tanganku pun terulur untuk memegang jari tangannya yang merangkulku. Meskipun kami saling diam saat itu, tapi aku sangat senang. Aku dapat menyimpulkan satu persatu sifatnya. Dia tak bisa mengungkapkan perasaannya melalui kata-kata. Dia lebih menunjukan perasaannya pada tindakannya. Kami berhenti di depan sebuah toko kecil. Kami membeli minuman karena perjalanan sangat jauh dan melelahkan. Setibanya di kamar, kami berbaring di ranjang sambil menikmati dinginnya AC. Dia menyuruhku untuk bergegas mandi karena kami akan pulang ke Seoul. Padahal aku masih ingin bersamanya. Setelah mandi, aku pun menyuruhnya untuk mandi. Namun, dia terlihat enggan. Aku pun memaksanya untuk mandi. Aku mengemasi semua barang kami. Sedangkan dia mengecek mesin motornya. Akhirnya kami pergi. Dia melajukan motornya dengan kecepatan penuh. Aku pun memeluknya dari belakang. Mataku benar-benar sangat mengantuk. Namun, aku menahannya. Kami berhenti tepat di kedai makan setelah menempuh perjalanan selama 2 jam. Aku menawarinya makan. Tapi, dia menolaknya. Dia mengatakan akan makan di restoran favoritnya. Jadi, kami hanya memesan minuman saja. Setelah minum, kami melakukan perjalanan lagi. Selama perjalanan aku tak sanggup untuk menahan rasa kantukku. Aku pun memutuskan untuk tidur sambil memeluknya dari belakang. Namun, dia malah membangunkanku. Dia menyuruhku untuk tidak tidur. Jika aku tidur, maka dia tidak bisa melajukan motornya dengan kecepatan penuh. Dengan terpaksa aku menahan rasa kantukku. Seharusnya dia mengajakku bicara agar aku tak mengantuk. Akhirnya kami berhenti di restoran favoritnya. Dia masih memesan makanan yang sama. Sedangkan aku mengganti menu makanku. Lagi-lagi kami makan dalam diam. Saat membayar di kasir, pelayan restoran tersenyum padaku. Sepertinya pelayan itu masih mengenali kami. Bagaimana mungkin pelayan itu tak mengenali kami? Kami singgah di restoran ini baru kemarin dan hari ini. Belum lagi melihat penampilan kami. Yang terlihat seperti sepasang kekasih geng motor. Aku pun tersenyum pada pelayan itu. Akhirnya kami melanjutkan perjalanan kami. Lagi-lagi aku mengantuk. Aku pun menggelengkan kepalaku sambil menahan rasa kantukku. Saat akan memejamkan mataku, aku melihat pemandangan yang begitu menakjubkan. Detik itu juga, aku membuka mataku. Mataku menatap takjub pemandangan itu. Terlihat bentangan alam yang begitu hijau seperti sawah yang tersusun secara teratur, pohon-pohon yang tinggi dan teratur, dan matahari yang hampir terbenam. Aku menyuruhnya untuk melajukan motornya pelan-pelan. Kami menikmati pemandangan itu. Aku pun mengeratkan pelukanku padanya sambil menempelkan wajahku pada punggungnya dan tersenyum manis. Setelah menyaksikan pemandangan itu berakhir, dia melajukan motornya kembali dengan kecepatan penuh. Aku terkejut bukan main saat itu. Aku pun sontak memukul kepalanya dibalik helm. Sedangkan dia terkekeh. Kami berhenti di pusat oleh-oleh. Kami membeli oleh-oleh untuk Tae Woo dan Joong Ki. Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan kami. Akhirnya kami tiba di apartemennya. Ku lihat dia bergegas masuk ke apartemennya lalu menyalakan laptopnya. Aku tak perlu bertanya lagi padanya. Dia pasti akan memainkan game kesayangannya. Sepertinya ia tak bisa berhenti bermain game, walau hanya satu hari saja. Aku duduk disampingnya sambil menahan rasa kantukku. Dia menyuruhku untuk tidur di kamar Tae Woo. Aku pun mengikuti perintahnya. Tak terasa aku tertidur selama 3 jam. Aku melihat ponselku. Tae Woo mengirimiku pesan. Dia menanyakan kapan kami pulang. Aku pun membalasnya bahwa kami telah berada di apartemen. Beberapa menit kemudian, Tae Woo dan Joong Ki datang. Aku baru menyadari bahwa saat itu sedang hujan. Aku duduk disamping Myungsoo sambil menyelimuti tubuhku dengan selimutnya. Hari ini terasa sangat dingin. Joong Ki terlihat mengkhawatirkan kondisiku. Joong Ki mengatakan wajahku sangat pucat dan menyuruhku untuk istirahat agar aku bisa masuk kuliah besok pagi. Tak lupa Joong Ki menanyakan pada Myungsoo. Apa yang kalian lakukan selama disana? Myungsoo menjawab, kau tak perlu mengetahuinya. Joong Ki pun menyusul Tae Woo ke kamarnya. Aku menanyakan kondisi keuangan Myungsoo. Awalnya memang keuangannya menipis. Aku pun menyuruhnya untuk membatalkan acara jalan-jalan itu. Tapi, dia menolaknya dan memaksakan untuk tetap pergi jalan-jalan. Aku menyuruhnya untuk mengantarkanku hingga depan kompleks apartemennya. Tanpa sepengetahuannya, aku meletakan uang 100 ribu won di bawah keyboard miliknya. Aku pun berpamitan pada Tae Woo dan Joong Ki. Setibanya di depan kompleks, aku mengatakan padanya agar menghubungiku jika dia membutuhkan uang. Tak lupa aku pun mengatakan bahwa aku telah meletakkan uang 100 ribu won di bawah keyboard miliknya. Dia hanya menganggukan kepalanya. Akhirnya aku pulang ke rumah menggunakan motorku. Hatiku berkata semoga ini adalah awal yang baik untuk hubungan kita, Myungsoo-ya. Namun, aku sangat menyayangkan satu hal. Kami tak mengabadikan moment saat disana. Aku baru sadar bahwa aku tak memiliki satu pun foto bersamanya. Mungkin aku akan mengabadikan moment itu dalam otakku sebagai kenangan terindahku bersamamu, Myungsoo-ya.

Pada tanggal 30 April 2015 tepat pukul 02.40 p.m. Aku berencana membawakan makanan untuk Myungsoo. Setelah kelas berakhir, aku menghampiri Tae Woo untuk menitipkan makanan itu. Tapi, Tae Woo malah menyuruhku untuk datang ke apartemennya saja. Awalnya aku ragu untuk datang kesana. Namun, Tae Woo meyakinkanku untuk datang kesana saja karena dia beralasan akan pergi main bersama temannya. Akhirnya aku memberanikan diri untuk datang. Sepanjang perjalanan, sudut bibirku tiada hentinya tersenyum sambil membayangkan diriku bisa berduaan dengan Myungsoo. Setibanya di apartemennya, ku lihat dia sedang bermain game. Aku hanya bisa menggelengkan kepalaku tak percaya. Tanganku mengetuk pintu apartemennya. Ku lihat dia menoleh ke arahku. Mulutku pun menyapanya sambil tersenyum. Aku masuk ke apartemennya lalu menyimpan makanan yang ku bawa di dapur. Dia menanyakan keberadaan Tae Woo. Aku pun memberitahunya bahwa Tae Woo sedang main bersama temannya. Baru saja aku mengatakannya, Tae Woo datang ke apartemennya dengan senyum polosnya. Aku langsung mengajukan protes pada Tae Woo karena dia telah membohongiku. Tae Woo malah terkekeh lalu masuk ke kamarnya. Beberapa menit kemudian, Tae Woo keluar dari kamarnya. Tae Woo mengatakan akan main bersama temannya lalu berpamitan padaku dan Myungsoo. Akhirnya aku hanya berduaan dengan Myungsoo. Aku selalu membayangkan hal romantis saat itu. Namun, khayalanku gagal karena dia mengabaikanku. Dia lebih memilih fokus bermain game favoritnya itu. Tanpa sadar aku pun tertidur. Tepat pukul 7.00 p.m, aku terbangun dari tidurku. Saat melihat ke sekelilingku, aku tidak melihatnya dimana pun. Aku pun mengirim pesan padanya. Kamar apartemennya terasa sangat sunyi bagiku. Aku pun merasa takut. Selama 10 menit, aku berdiam diri tak bergerak sedikit pun dari tempat tidurku tadi sambil memeluk lututku sendiri. Tiba-tiba pintu apartemen terbuka. Munculah sosok yang ku tunggu sedari tadi. Aku pun bertanya padanya.
“ Neo oedigga?”
“ Aku mencari sinyal ponselku di luar.”

Dia berjalan melewatiku. Tangannya terulur mengambil pakaiannya yang berantakan. Pakaiannya satu demi satu dilipat dengan rapi olehnya. Sebenarnya tujuanku mendatanginya bukan sekedar membawakan makanan untuknya. Aku menginginkan sesuatu darinya. Aku menginginkan hadiah kecil darinya. Aku sangat menginginkan sentuhannya lagi. Saat itu hasrat dalam hatiku dan otakku sedang berperang. Apakah aku harus menyampaikan keinginan hasratku itu? Ataukah aku harus menahan semuanya? Tapi aku benar-benar menginginkan sentuhannya pada tubuhku. Apakah keingananku ini akan ditolak olehnya lagi? Mengingat dia pernah menolaknya dulu saat aku memintanya. Akhirnya aku memberanikan diri bertanya padanya. Apapun resposnya aku harus siap mendengarkannya.
“ Sebenarnya aku ingin mengatakan sesuatu, Myungsoo-ya.”
“ Mwoya?”
“ Bagaimana mengatakannya? Apakah kau tidak mengerti maksudku ini?”
“ Bagaimana aku bisa mengerti? Kau belum mengatakannya padaku.
“ Sebenarnya… Sebenarnya…. Aku… Aish jinja. Aku tak bisa mengatakannya.”
“ Katakanlah! Aku mendengarkanmu.”
“ Aku… Aku… Sebenarnya… Aku… Menginginkan sentuhan darimu.”

Akhirnya kata-kata itu pun keluar dari mulutku. Aku memberanikan diri menatapnya. Ku lihat dia terdiam. Perasaanku gelisah tak menentu menunggu jawaban darinya. Akhirnya dia menatapku. Sorot matanya seakan-akan menyuruhku untuk mendengarkannya.
“ Aku menolaknya.”
“ Waeyo?”
“ Aku hanya ingin menolaknya. Tak ada alasan lainnya.”
“ Neo micheosseo? Aku benar-benar gila karena semua ini, Myungsoo-ya. Hampir 17 bulan aku menahan keinginan hasratku itu mati-matian. Aku pernah meminta sentuhan darimu dulu. Kau menolaknya. Dan sekarang kau pun menolaknya. Sebenarnya kau menganggapku apa? Bahkan aku telah merendahkan harga diriku ini dihadapanmu sebanyak 2 kali. Demi apa? Semua ini aku lakukan demi keinginan hasratku itu. Kau tak pernah merasakannya. Aku benar-benar gila karena menahan hasratku itu selama 17 bulan. Dan kau dengan keinginanmu menyentuhku kembali setelah sekian lamanya aku menahan hasratku itu mati-matian. Apakah kau menganggapku nappeun yeoja?”
“ Ani. Aku tak pernah menganggapmu nappeun yeoja.”
“ Lalu aku ini apa?”
“ Kau adalah wanita biasa.”
“ Aku benar-benar tak mengerti denganmu, Myungsoo-ya. Hari ini adalah hari terakhirku menemuimu.”
“ Wae?”
“ Aku sudah tak mempunyai harga diri lagi dihadapanmu. Aku malu padamu, Myungsoo-ya.”

Aku mengatakan semua itu sambil menahan tangisku. Aku tak sanggup lagi untuk berhadapan dengannya. Aku tak ingin menangis dihadapannya. Aku bergegas mengemasi semua barangku. Tanpa banyak bicara lagi, aku keluar dari apartemennya. Aku melirik ke arah belakang. Ternyata dia mengikutiku. Aku memakai helmku. Saat akan menaiki motorku, aku baru sadar bahwa aku tak bisa memutarkan motorku mengingat jalannya begitu sempit. Aku pun menyuruhnya untuk membantuku. Setelah itu, aku menyalakan motorku. Ku lihat dia masih berdiri di belakang motorku melalui spion. Saat aku akan melajukan motorku, dia mengatakan agar aku berhati-hati di jalan. Tanpa meresponnya, aku melajukan motorku. Sepanjang perjalanan menuju rumahku, aku menangis tak henti-hentinya. Antara menyesal dan kecewa telah melanda pada hatiku. Hingga detik ini pun, aku masih tak mengerti akan dirimu. Apakah ini adalah akhir dari segalanya? Aku berharap ini bukanlah akhir segalanya, Myungsoo-ya. Aku benar-benar menyesali semuanya. Seandainya aku tak mengatakannya. Seandainya aku bisa menahan hasratku. Seandainya aku tak seegois ini. Mungkin hubungan kita tidak akan seperti ini. Perasaanku saat ini pernah ku alami dulu. Saat kau menolak permintaanku untuk pertama kalinya.

Pada tanggal 5 Mei 2015 tepat pukul 10.00 a.m. Aku pergi ke Universitas Seoul untuk menemui temanku, Yoon Bora. Aku dan Bora telah berteman semenjak SMA. Aku sengaja menemuinya untuk meminta bantuan tugas padanya. Padahal aku tahu saat itu ada kumpulan angkatan untuk membicarakan praktikum selanjutnya. Namun, aku sangat malas mengikutinya. Tiba-tiba terdengar getaran ponselku. Tanganku menekan tombol lalu membaca pesan. Mataku terbelalak tak percaya saat So Ra mengatakan aku sekelompok dengan Myungsoo lagi. So Ra memberitahuku bahwa asalnya aku masuk kelompok ke-2. Tapi dalam kelompok kedua kekurangan anggota pria. Sedangkan dalam kelompok ke-3 terdapat banyak anggota pria. Awalnya anggota wanita yang akan dipindahkan adalah Hye Sun. Tapi Kyuhyun menolaknya. Kyuhyun adalah ketua angkatan jurusanku. Kyuhyun menunjuk namaku sambil mengeluarkan smirknya. Akhirnya namaku lah yang dipindahkan. So Ra sempat melirik ke arah mata Kyuhyun yang menatap nama Myungsoo di kelompok ke-3. Aku tak heran dengan semua ini. Aku mengerti maksud Kyuhyun melakukan semua itu. Kyuhyun pasti merencanakan sesuatu padaku dan Myungsoo. Tapi itu justru membuatku canggung. Mengapa aku harus sekelompok dengan Myungsoo lagi? Tak bisakah aku fokus dengan tugas kuliahku? Apa yang harus ku lakukan nanti?

Pada tanggal 7 Mei 2015 tepat pukul 01.00 p.m. Aku baru saja selesai observasi dari salah satu SMA yang ada di Seoul. Setibanya di kampus, aku bergegas masuk ke kelas karena aku terlambat. Aku mengikuti materi kuliah hanya 15 menit. Otakku hanya memikirkan Myungsoo. Aku akui bahwa aku salah. Secara tidak langsung, aku telah merendahkan harga dirinya saat meminta sentuhan darinya. Aku ingin meminta maaf padanya. Sebelum tiba di kampus, aku sempat mengirim pesan padanya beberapa kali. Namun, dia tak membalas satu pesan dariku. Aku melihat ke sekelilingku untuk memastikan Tae Woo hadir pada perkuliahan kali ini. Mataku berbinar saat melihat Tae Woo duduk di salah satu kursi yang ada di kelas. Aku tak ingin Tae Woo mengetahui masalahku dengan Myungsoo kali ini. Mataku mencari-cari keberadaan absensi kelas. Setelah menemukannya, aku bergegas menandatangani kehadiranku. Beruntung hanya asisten dosen yang masuk saat itu. Aku bergegas keluar dari kelas setelah memastikan tidak ada yang menyadarinya. Aku bertekad pergi ke apartemen Myungsoo tanpa memberitahunya. Akhirnya aku tiba di depan apartemennya. Pintu apartemennya terbuka. Aku dapat melihatnya sedang bermain game lagi. Aku mengucapkan salam padanya lalu masuk ke apartemennya. Dia hanya melirikku sebentar lalu melanjutkan permainannya lagi. Seperti biasanya aku duduk disampingnya sambil memperhatikan permainannya. Saat itu kami diam seribu bahasa. Ku lihat tangannya menekan tombol pause lalu bicara padaku.
“ Apakah kau tak ada kelas? Tae Woo bilang ada kelas. Bahkan dia berangkat ke kampus.”
“ Aku sengaja membolos untuk menemuimu. Lagipula aku sangat malu jika berhadapan dengan Tae Woo.”
“ Apa tujuanmu kemari?”
“ Aku ingin meminta maaf padamu. Ku akui bahwa aku salah saat itu. Aku tak seharusnya memintanya. Aku secara tidak langsung telah merendahkan harga dirimu. Jeongmal mianhae, Myungsoo-ya. Apakah kau memaafkanku?”

Aku mengucapkan semua yang ada di pikiranku selama ini padanya. Mataku tak lepas menatapnya. Namun, dia tak menatapku sama sekali. Pandangannya benar-benar lurus. Setelah selesai bicara, aku memalingkan wajahku lalu memainkan ponselku. Ku lihat So Ra mengirimiku banyak pesan. Begitupun dengan Chae Won yang menanyakan keberadaanku. Aku dan Chae Won memang berencana akan menginap di rumah So Ra. Mungkin mereka mencari keberadaanku karena aku tak ada di kelas. Aku lupa tidak berpamitan pada mereka sewaktu di kelas. Mataku terbelalak tak percaya ketika melihat ke arah Myungsoo. Aku tak menemukan keberadaannya. Ku dengar suara air berisik di kamar mandi. Sejak kapan dia masuk ke kamar mandi? Mengapa aku tak menyadarinya? Selama 15 menit, dia berada di kamar mandi. Akhirnya dia keluar dari kamar mandi juga. Dia mengambil makanan ringan lalu memberikannya padaku. Saat meletakan makanan ringan itu di depanku, aku mencium aroma maskulin tubuhnya. Detik itu juga, otakku mulai berpikiran mesum lagi. Aku menggelengkan kepalaku beberapa kali untuk menyadarkan pikiranku. Aku pun bertanya lagi padanya.
“ Apakah kau memaafkanku? Kau belum menjawab permintaan maafku tadi.”
“ Nde, aku memaafkanmu.”
“ Aku mempunyai satu pertanyaan lagi. Mengapa kau menghapus kontakku di media sosial kita? Apa salahku? Apakah kau menghapusnya karena masalah ini?”
“ Ani.”
“ Lalu karena apa? Berikan aku alasannya!”
“ Aku sudah muak.”
“ Apa maksudmu sudah muak? Apakah kau muak denganku?”
“ Aku muak dengan statusmu di media sosial.”
“ Ah, aku minta maaf. Mungkin karena teman-temanku sering membajak media sosialku. Mereka pun membuat status yang berhubunganmu. Jeongmal mianhae. Apakah ada hal lain yang ingin kau katakan padaku? Jika ada, maka katakanlah! Jangan diam saja seperti ini, jebal! Hingga detik ini pun aku masih tak mengerti dirimu, Myungsoo-ya! Beritahu aku! Agar aku bisa mengerti akan dirimu.”
“ Eobseo.”
“ Apakah kau yakin tidak ada?”
“ Ah, nde. Berhentilah menghubungi Tae Woo dan Joong Ki! Apakah kau tahu? Kau telah menganggu mereka.”
“ Apakah benar begitu? Araseo. Aku tak akan mengganggu mereka lagi. Geunde, bagaimana caraku menghubungimu? Kau tak pernah membalas pesan dariku. Bahkan kau telah menghapus kontakku di media sosialmu.”
“ Datang saja langsung kemari. Aku selalu ada di apartemen.”
“ Jeongmal? Araseo.”
“ Geunde, mengapa kau membawa 2 helm?”
“ Aku akan main bersama temanku.”
“ Kau terlalu sering main.”
“ Arra. Aku harus pergi sekarang. Mereka telah menghubungiku.”

Aku memintanya untuk membantuku memutar motorku. Dia menolaknya karena dia telah melanjutkan permainannya. Aku menghela nafasku lalu menyerah. Saat akan memutar motorku, ku lihat dia keluar dari apartemen lalu memutarkan motorku. Aku tersenyum dan mengucapkan terima kasih padanya. Tanpa membalas ucapan terima kasihku, dia bergegas masuk ke apartemennya kembali. Dan ku yakini dia sedang bercinta dengan game kesayangannya lagi. Aku pun melajukan motorku untuk menjemput Chae Won lalu menginap di rumah So Ra. Perasaanku benar-benar menjadi tenang setelah mengucapkan maaf padanya. Meskipun dia tidak mengundang kontak media sosialku kembali. Detik itu pun aku sadar bahwa aku tidak boleh mengharapkan sesuatu yang lebih padanya. Jika aku mengharapkan semua itu, maka aku lah yang akan terluka pada akhirnya.

Pada tanggal 12 Mei 2015 tepat pukul 05.00 a.m. Aku pergi ke kampus untuk kumpulan sebelum berangkat praktikum tahap terakhir ini. Aku mendengar kabar dari Jessica bahwa aku dan Myungsoo pergi secara terpisah. Aku mendesah lega saat itu. Ternyata aku duduk bersama Shin Hye dan Suzy di pesawat. Selama perjalanan menuju New Caledonia, aku tidur di pesawat. Tiba-tiba Shin Hye membangunkanku dan mengatakan bahwa kita telah tiba. Aku mengemasi barangku lalu turun dari pesawat. Udara disana sangat panas. Tapi aku menggunakan jaket karena tubuhku benar-benar sangat dingin. Saat tubuhku terlihat lemas, mataku tanpa sengaja melihat Myungsoo di depanku. Aku bergegas menormalkan tubuhku sebisa mungkin. Aku tak ingin kelihatan lemah dihadapannya. Aku kumpul bersama temanku untuk foto bersama. Setelah itu kami berpamitan karena kami berbeda bus. Aku menaiki bus yang sama dengan So Ra. Sedangkan Jessica, Eun Hye, Ji Min, dan Chae Won berbeda bus. Aku duduk bersama So Ra. Saat akan duduk, tanpa sengaja mataku melirik ke arah belakang. Aku melihat Myungsoo duduk di belakang bersama Yerim, Hye Kyo dan Min Ho. Aku duduk di kursi milikku sambil menghela nafasku karena aku harus melihat Yerim duduk disamping Myungsoo. Perasaan cemburu pun melanda hatiku. Namun, aku hanya diam saja. Aku ingat bahwa aku bukanlah siapa-siapa baginya. Dia sudah bebas sekarang. Aku tak berhak mengatur hidupnya lagi. Kami mengunjungi satu demi satu lokasi praktikum. Pada lokasi pertama, kami harus mendengarkan persentasi tentang pertanian di lokasi praktikum. Kebetulan aku dan Myungsoo duduk berseberangan. Aku pun sempat mencuri pandang padanya. Namun yang ku lihat dia berkutik dengan ponselnya. Yang ku yakini dia sedang memainkan game kesayangannya. Selama 2 jam persentasi berlangsung, akhirnya selesai juga. Aku menyempatkan diri untuk foto disana bersama So Ra. Setelah itu, kami naik ke bus. Selama perjalanan menuju hotel, aku berbincang dengan So Ra untuk menghilangkan pikiran negatifku tentang Myungsoo dan Yerim. Lagipula aku tak mendengar percakapan mereka. Akhirnya aku tiba di hotel tepat pukul 6.10 p.m. Sebelumnya Taemin memberitahuku bahwa nomor kamarku adalah 301. Taemin mengetahuinya dari Ji Min. Aku menanyakan kamar No.301 pada pelayan hotel. Kamar No. 301 terletak di lantai 3. Namun sayang hotel itu tidak memiliki lift. Akhirnya aku menaiki anak tangga sambil membawa koperku. Beruntung pelayan hotel bersedia membantuku untuk membawakan koperku. Akhirnya aku berdiri di kamar No. 301. Aku mengetuk pintu kamar beberapa kali sambil menunggu Ji Min membuka pintunya. Tanpa sengaja mataku menoleh ke arah kiri. Ku lihat Myungsoo masuk ke kamar sebelahku. Mataku terbelalak tak percaya saat itu. Apakah itu artinya kamar kami bersebelahan? Pintu kamar pun terbuka. Ku lihat sosok Eun Hye muncul dibalik pintu. Aku bergegas masuk sambil mengatur nafasku. Eun Hye bertanya padaku. Mengapa tingkahku aneh sekali? Aku hanya tersenyum menanggapinya. Aku istirahat sebentar lalu mandi. Setelah mandi, aku berencana untuk mencuci pakaian kotorku. Saat akan membuka pintu kamar mandi, tiba-tiba pintu kamar terbuka. Ku lihat sosok Kyuhyun dibalik pintu kamar. Aku mengerjapkan mataku beberapa kali untuk memastikan bahwa itu benar-benar sosok Kyuhyun. Begitupun Kyuhyun yang sama denganku sedang mengerjapkan matanya. Saat sadar aku sedang memakai pakaian minim, aku bergegas masuk ke kamar mandi dan menutup pintunya. Ku dengar Kyuhyun teriak untuk menyuruh kami berkumpul di ruang makan. Tubuhku bersandar pada dinding. Hidungku menghirup oksigen sebanyak-banyaknya. Tanganku memegang dadaku. Jujur, aku merasakan malu dan gugup bersamaan saat itu. Aku merasa malu karena Kyuhyun melihatku mengenakan pakaian minim. Padahal aku selalu mengenakan pakaian tertutup selama ini. Aku merasa gugup karena aku tak pernah bertatapan sedekat itu dengannya. Setelah selesai mencuci pakaian, aku bersama Eun Hye, Ji Min, dan Jessica pergi menuju ruang makan. Ku lihat semua mahasiswa dan dosen sedang melakukan briefing. Mataku mencari kursi kosong. Kursi kosong itu berada di depan. Kami pun duduk disana. Saat itu Heechul sedang mempersentasikan hasil praktikumnya di lokasi pertama. Beberapa menit kemudian, Kyuhyun maju dan berdiri di depan untuk mempresentasikan hasil praktikumnya juga. Aku merasa gugup bukan main saat itu. Kyuhyun berdiri di depan kursi dudukku. Aku berusaha memalingkan wajahku darinya. Namun, aku tak bisa. Aku takut dosen memandangku tak menghargai hasil persentasi temanku. Ku lihat dia pun sama gugupnya denganku. Dia berusaha untuk mengalihkan pandangannya dariku. Namun lagi-lagi dia melihatku. Aku semakin tak sanggup menatapnya. Aku merasa malu luar biasa saat membayangkan kejadian di depan kamar mandi itu. Entah berapa lama dia persentasi. Akhirnya briefing kali ini selesai. Aku bersama temanku kembali ke kamarku. Setibanya di kamar, aku berbaring di ranjang sambil menormalkan debaran jantungku ini. Aku merasa aneh dengan hari ini. Mengapa hari ini menceritakan kisahku bersama Kyuhyun? Padahal aku berharap mempunyai kisah bersama Myungsoo hari ini. Semoga besok adalah kisahku bersama Myungsoo.

Pada tanggal 13 Mei 2015 tepat pukul 05.00 a.m. Aku terbangun dari tidurku. Aku bergegas mandi lalu membangunkan Eun Hye, Jessica dan Ji Min. Aku bersiap-siap sambil merias diriku. Saat melihat tubuhku melalui cermin, detik itu juga aku teringat dengan kejadian semalam bersama Kyuhyun. Aku menggelengkan kepalaku berkali-kali untuk menyadarkan pikiranku. Tiba-tiba terdengar suara teriakan Kyuhyun yang menyuruh untuk bergegas ke ruang makan. Semenjak kejadian semalam, Kyuhyun tak berani membuka pintu kamar secara sembarangan lagi. Terbukti kali ini dia lebih memilih berteriak di luar kamar. Aku bersama teman sekamarku turun menuju ruang makan. Kami menikmati sarapan sambil berbincang-bincang. Aku menceritakan kejadian semalam bersama Kyuhyun pada mereka. Tapi respon mereka diluar dugaanku. Mereka terlihat biasa saja. Padahal aku sedang menahan rasa maluku mati-matian. Setelah itu, kami pergi ke lokasi praktikum hari ke-2. Aku melaksanakan tugas praktikumku bersama Jonghyun. Karena Jonghyun adalah rekan sekelompokku. Akhirnya tugas praktikum telah selesai tepat pukul 3.10 p.m. Lokasi terakhir hari kedua ini adalah mengunjungi sebuah pantai. Di lokasi pantai tersebut kami dibebaskan dari tugas. Aku bersorak gembira dalam hati. Aku duduk sambil menatap ke arah luar kaca bus sambil menyandarkan kepalaku dibelakang kursi Kyuhyun. Aku bergumam sambil menikmati pemandangan pantai itu.
“ Yoeputta.” Gumamku.
“ Bagiku pantai ini masih terlihat biasa saja.” Ujar Kyuhyun sambil menoleh ke arahku. Mataku terbelalak sempurna saat dia menoleh ke arahku dan wajah kami sangat dekat. Detik itu juga, aku menyadarkan kepalaku pada kursi belakangnya lagi agar aku tak melihat wajahnya lagi. Lagi-lagi aku merasa gugup saat bersamanya. Padahal pria yang ku cintai adalah Myungsoo. Sedangkan Kyuhyun adalah pria yang ku kagumi karena ketampanannya saja.

Aku bertanya-tanya dalam benakku. Apakah dia secepat itu melupakan kejadian semalam? Ataukah dia berpura-pura tak mengalami kejadian semalam? Mengapa dia terlihat biasa saja? Ataukah dia sama gugupnya denganku? Aku benar-benar tak mengerti dengan pemikiran seorang pria. “ Jeongmal?” Tanyaku tanpa menoleh padanya sambil menahan rasa gugupku.
“ Nde, tunggulah beberapa hari lagi. Kita akan pergi ke pantai yang begitu indah. Pantai itu bagaikan surganya dunia.” Ujar Kyuhyun.
“ Aku tak sabar ingin pergi ke pantai itu.” Ujarku sambil tersenyum.
“ Geunde, Ji Won-ya. Mengapa kau tidak duduk bersama Myungsoo?” Goda Kyuhyun sambil mengeluarkan smirknya sedangkan aku langsung menatapnya tak percaya. Pertanyaannya membuatku terkejut bukan main.
“ Nde, Kyuhyun benar. Mengapa kau tidak duduk bersama Myungsoo?” Goda Sungmin sambil mengedipkan sebelah matanya padaku.
“ Ah, molla.” Elakku sambil memalingkan wajahku. Namun, aku sempat melirik ke arah mereka. Mereka tersenyum penuh arti. Bahkan mereka saling menatap. Aku sudah tahu. Kyuhyun telah merencanakan semua ini. Dia sengaja memindahkanku dari kelompok 2 menjadi kelompok 3 agar aku berada pada bus yang sama dengan Myungsoo.

Akhirnya kami tiba di pantai. Aku bersama Eun Hye, Jessica, dan Ji Min menelusuri pantai. Aku dan Eun Hye melepaskan sandal kami lalu menyimpannya di bus milik Eun Hye. Tak lupa kami foto bersama. Ku lihat So Ra dan Chae Won berada di atas bukit. Aku meneriaki nama So Ra. Saat So Ra melihat ke arahku, aku menyuruhnya untuk memotret kami dari atas bukit. Aku pergunakan waktuku untuk foto bersama ombak-ombak yang menghampiriku. Tanpa terasa kami disuruh untuk kembali ke bus. Aku mengambil sepatuku di bus Eun Hye. Saat aku mengambil sepatuku, ku lihat teman-teman Myungsoo ada di bus itu semua. Joong Ki dan Hyun Joong menanyakan alasanku ke bus mereka. Aku beralasan mengambil sepatuku sambil menunjukan sepatuku pada mereka lalu keluar dari bus. Aku kembali ke bus milikku. Saat duduk, aku merasa dingin bukan main. Pakaian yang ku kenakan hampir basah semua. Dan aku tak membawa pakaian ganti. Dengan terpaksa aku memakai pakaian basahku. AC dalam bus benar-benar tak bersahabat dengan tubuhku ini. Aku benar-benar kedinginan kali ini. Aku pun tak mungkin memakai jaket. Aku takut jaketku akan basah. Aku berusaha menahan rasa dinginku sebisa mungkin. Akhirnya aku memutuskan untuk tidur. Entah berapa lama aku tertidur, aku merasa bus berhenti. Dan benar saja bus berhenti di depan restoran. Padahal aku berharap bus berhenti di depan hotel. So Ra beranjak dari kursinya sambil mengajakku turun dari bus. Aku menyuruhnya untuk turun duluan. Saat hendak turun, tiba-tiba tubuhku terasa lemas dan kepalaku pusing bukan main. Aku pun memutuskan untuk tidur di bus. Entah berapa lama aku tertidur, aku melihat ponselku karena bus masih kosong. Aku melihat banyak pesan dan panggilan tak terjawab dari teman-temanku. Tiba-tiba ponselku bergetar lagi. Kali ini Ji Min menanyakan keberadaanku. Terdengar nada khawatir dari suaranya. Setelah mematikan panggilan telepon dari Ji Min, tiba-tiba Kyuhyun dan Sungmin datang menghampiriku. Terlihat raut wajah khawatir mereka.
“ Mengapa kau tak mengatakan pada kami? Kalau kau sedang sakit, Ji Won-ya.” Tanya Kyuhyun.
“ Apakah kau sakit perut? Apakah kau merasa mual? Aku akan mencari obat untukmu.” Ujar Sungmin sambil mengambil tas miliknya.

Belum sempat aku menjawab pertanyaan mereka, tiba-tiba dosen datang bersama Ji Min, So Ra, dan supir bus.
“ Kau sakit apa, nak?” Tanya dosen itu.
“ Hanya sakit biasa, saeng.” Ujarku.
“ Sebaiknya kita pergi ke rumah sakit, nde.” Ujar dosen itu.
“ Nan gwaenchana. Lagipula ini adalah penyakit turunan, saeng. Saya ceroboh karena meninggalkan obat di kamar hotel. Saya hanya membutuhkan obat itu saja lalu istirahat yang cukup.” Ujarku.

Akhirnya So Ra dan dua orang dosen mengantarkanku kembali ke hotel. Setibanya di hotel, aku berbaring di sofa. Salah satu dosen menyuapiku makan. Sedangkan So Ra mengambilkan obatku di kamar. Aku sebisa mungkin menelan makanan itu. Namun, aku tak sanggup. Akhirnya dosen itu berhenti menyuapiku lalu menyuruhku untuk minum obat. Setelah minum obat, So Ra mengantarkanku menuju kamarku. So Ra memapahku untuk menaiki tiap anak tangga satu demi satu. Setibanya di kamar, aku berbaring di ranjang. Tiba-tiba dosen lainnya datang. Dosen itu menyuruhku untuk mengganti pakaianku. Aku pun mengikuti perintahnya. Saat keluar dari kamar mandi, aku tak menemukan dosen itu. Detik itu juga So Ra menyuruhku istirahat dan meminta ijin dariku untuk pergi ke kamarnya. Aku hanya menganggukan kepalaku lalu memejamkan mataku.




TBC

Bacalah part sebelumnya dengan mengklik link dibawah ini!



Tidak ada komentar: