[Special
Edition Love is Feeling] Ji Won’s Diary Part 12
Title : [Special Edition Love is
Feeling] Ji Won’s Diary Part 12
Author : Cavela
Length : Series
Genre : Romance and Sad
Main
Cast : Kim Myung Soo aka L Infinite
and Kim Ji Won
Other Cast : Cho Kyuhyun, Kim Yerim, Kim Ryeowook, Beige, Kim Heechul, Im
Yoona, Leeteuk aka Seongseonim Park,
Hyuna, Gayoon, Yoo Seung Ho, Jung Yong Hwa, Lee Hyukjae aka Eunhyuk, Song
Eunji, Han Ji Min, Kang In aka Seongseonim, Park Shi Ho, Hwang Jung Eum, Lee Da
Hee, Lee Jun Ki, Song Hye Kyo, Han Ga In, Park Shin Hye, Yoon Eun Hye, Jessica
Jung, Moon Chae Won, Kang So Ra, Goo Hye Sun, Lee Sunkyu aka Sunny, Lee Hong
Ki, Shindong, Kim Bum, Kim Gyeong, Song Ye Jin, Park Si Yeon, Jung So Min, Kim Jae Joong, Seo In Guk,
Kwon Yuri, Kim Sae Ron, Tuan Kim, Nyonya Kim, Micky Yoochun, Choi Sulli, Kim So
Eun, Lee Joon, Tae Yang, Kim Haneul, Kang Min Hyuk, Kim Hyun Joong, Kim Tae
Woo, Kim Jae Joong, Shin Min Ah, Han Hyo Joo, Lee Taemin, Victoria Song, Choi
Minho, Wooyoung, Park Min Young, Jang Geun Suk, Song Jong Ki, Lee Jae Jin,
Seulgi, member Infinite, member Super Junior, member Girls Generation, Lee Min
Ho, Yoon Bora, Bae Suzy, Sung Si Kyung, Lee Jonghyun, Lee Sungmin
Preview
Pada tanggal 21 Maret 2015 tepat pukul 9.00 a.m adalah
kesepakatan aku dan Myungsoo untuk bertemu di
apartemennya…………………………………………………………..................................
Saat aku membuka kancing kemejaku, ku lihat dia membalikan tubuhnya hingga melihat ke arahku. Aku menatapnya sambil bicara. Apa yang kau lihat? Bukannya menjawab, dia malah memejamkan matanya sambil memeluk tubuhku. Mataku terbelalak tak percaya. Aku pun membiarkannya sambil memejamkan mataku. Aku harap semua ini bukanlah mimpi. Aku ingin bersamamu seperti saat ini, Myungsoo-ya. Aku tak akan melupakan sentuhan dan pelukanmu kali ini. Saranghae, Myungsoo-ya.
Next
Pada tanggal 22 Maret 2015 tepat pukul 04.00 a.m, aku
terbangun dari tidurku. Saat membuka mataku, ku lihat Myungsoo masih terlelap
dalam tidurnya. Tubuhku menyamping. Mataku menatap wajahnya. Wajahnya terlihat
sangat polos. Aku ingin sekali menyentuh wajahnya. Hatiku sangat ragu untuk
menyentuhnya. Aku pun memberanikan diri untuk menyentuhnya. Tanganku membelai
wajahnya secara perlahan-lahan sambil merasakan tiap sentuhan pada wajahnya.
Tanpa terasa selama 2 jam tanganku masih membelai wajahnya. Keningku mengernyit
karena dia tak kunjung bangun. Apakah dia menikmati sentuhanku? Ataukah dia tak
merasakan sentuhanku karena masih terlarut dalam mimpi indahnya? Mataku tak
bisa berpaling darinya sedetik pun. Sempat terpikir olehku, aku akan mengingat
bentuk wajahnya melalui sentuhan tanganku ini. Aku takut ini adalah terakhir
kalinya aku menyentuh wajahnya. Tiba-tiba dia menggerakkan matanya. Aku
bergegas menghentikan belaianku lalu membelakangi tubuhnya. Dia mengambil ponselnya
lalu duduk. Dia mengatakan masih pagi. Lebih tepatnya pukul 06.00 a.m. Dia
mengajakku pergi keluar untuk membeli perlengkapan mandi dan makan. Kami
berjalan mencari supermarket. Namun, kami hanya menemukan minimarket. Kami
membeli perlengkapan mandi dan sandal karena kami tak mungkin menelusuri pantai
memakai sepatu. Aku
tersenyum melihat sandal yang kami beli. Karena sandal itu adalah sandal pasangan. Setelah itu, kami mencari sebuah café atau restoran. Ternyata
café atau restoran tersebut kebanyakan menyajikan menu seafood. Aku tak mungkin memakan seafood. Awalnya aku menawarinya makan disana. Aku menyuruhnya
untuk makan disana, sedangkan aku hanya menemaninya saja. Tapi, dia lebih
memilih membeli roti. Kami pun kembali ke kamar. Dia memakan rotinya, sedangkan
aku lebih memilih mandi. Saat buang air kecil, aku merasakan perih dan nyeri
bersamaan pada miss V milikku. Aku membungkam mulutku dengan tanganku sendiri.
Aku tak menyangka rasa sakitnya seperti ini. Bahkan air mataku mengalir begitu
saja. Aku pun bergegas mandi karena aku tak mungkin berlama-lama di kamar
mandi. Setelah mandi, aku meletakan handuk dan peralatan mandi kami disana.
Sudut bibirku pun tersenyum. Mengingat semua itu. Kami seperti sepasang pengantin
muda yang sedang berbulan madu. Kami menggunakan kamar yang sama, tidur
bersama, menggunakan handuk dan peralatan mandi yang sama, bahkan hampir
melakukan hubungan suami istri. Aku pun keluar dari kamar mandi lalu
menyuruhnya untuk mandi. Setelah mandi, kami bergegas pergi untuk menelusuri
pantai. Di sepanjang jalan, kami jalan bersama. Namun, dia seperti menjaga
jarak dariku. Dia membeli makanan ringan untuk cemilannya. Lagi-lagi aku harus
menahan rasa laparku karena aku tak menyukai makanan itu. Kami berjalan lagi,
sedangkan dia berjalan sambil makan. Tak ada satu pun diantara kami yang
memulai pembicaraan. Kaki kami terus melangkah hingga membawa kami ke pantai
yang terdapat pasir putih. Dia membayar tiket untuk kami berdua. Kami pun mulai
masuk. Kami berjalan dalam diam. Saat melewati jembatan, aku merasa risih
melihat pria lain menatapku penuh minat. Ku akui penampilanku ini terlihat
cukup sexy. Aku menggunakan celana pendek milik Myungsoo dan tank top, walaupun dilapisi oleh kemeja.
Namun, aku tak mengancingkan kemejaku hingga terlihat belahan dadaku. Aku
melewati pria itu dengan perasaan gelisah. Hal yang tak pernah ku duga sebelumnya
terjadi. Myungsoo menghampiriku lalu berjalan bersama disampingku. Sejak itu
dia berjalan disampingku. Terlihat wajah pria itu sedikit kecewa. Hatiku pun
merasa lega. Aku tak perlu takut dengan tatapan pria lainnya selama Myungsoo
ada disampingku. Kami masih berjalan dalam diam. Hingga kami menemukan tempat
duduk untuk melihat pemandangan laut itu. Kami duduk dan masih diam. Aku tak
berani meliriknya. Aku pun memutuskan untuk menatap laut. Tanpa sengaja, mataku
melirik ke arahnya. Dia sedang memotret pesona laut itu dengan kamera di
ponselnya. Aku jadi ingat bahwa ponsel yang kami gunakan sama. Dia pun
mengajakku pergi ke pasir putih. Saat mataku melirik ke arah pasir putih, aku
menolaknya karena tempat itu sangat ramai. Akhirnya kami memutuskan untuk
kembali ke hotel. Selama di perjalanan, kami masih terdiam. Hanya suara langkah
demi langkah yang terdengar. Kami pun melewati sebuah gua. Dia berjalan
menghampiri gua itu. Aku bergidik ngeri melihat gua itu. Dengan refleks, aku
memegang lengannya. Perasaan takut pun menyelimutiku. Setibanya di pintu gua,
dia menarik tanganku untuk masuk. Aku panik bukan main saat itu. Gua itu sangat
gelap bahkan tak ada satu pun penerangan disana. Dia menarikku hingga aku masuk
ke gua itu. Lalu dia lari meninggalkanku. Mataku terbelalak bukan main. Mataku
melirik ke arah belakangku dengan perasaan takut. Aku takut ada hantu disana.
Detik itu juga, aku berlari keluar lalu menyusulnya. Tanganku memegang
lengannya sambil bernafas. Ku dengar dia menertawaiku dan mengataiku penakut.
Detik itu juga, aku memukul pelan lengannya. Tanganku tak melepaskan lengannya
sedetik pun. Aku takut dia akan mengerjaiku lagi. Kini kami tiba di gua kedua.
Dia berjalan ke arah gua itu. Aku melepaskan tangannya dan membiarkannya pergi.
Namun, aku sangat penasaran. Aku pun berjalan dibelakangnya. Aku sengaja
melepaskan tangannya agar dia tak menarikku seperti di gua pertama. Kini dia
telah berada di depan pintu gua. Dia terlihat menikmati pemandangan gua itu.
Aku yang berada dibelakangnya pun merasa penasaran. Aku sedikit mengintip
dibalik tubuhnya. Namun, lagi-lagi dia berlari meninggalkanku sambil tertawa.
Detik itu juga, aku berlari ketakutan. Sial, dia menjailiku dua kali. Setelah
berhasil mengejarnya, aku memegang tangannya. Kali ini tak kan ku lepaskan
tangannya begitu saja. Kami terus menelusuri tempat itu. Langkahku terhenti
ketika mataku melihat pantai yang begitu indah. Aku mengajaknya untuk bermain
air sebentar disana. Namun, dia menolaknya sambil meneruskan langkahnya.
Wajahku cemberut sambil mengikutinya dibelakang. Sangat disesalkan sekali aku
tak bisa menikmati permainan itu. Mataku terbelalak ketika melihat seekor kera
di depan kami. Aku menitipkan minumanku padanya. Karena aku tahu kera itu
sedang mengincar makanan dan minumanku. Ku lihat dia memasukan minumanku ke
dalam saku celananya, lalu mengambil sebatang kayu. Dia mengatakan bahwa kayu
itu dipergunakan untuk mengusir kera. Tanganku memegang erat lengannya. Awalnya
aku hanya mengira seekor kera saja. Ternyata kini banyak kera di depan mataku. Dia
memegang tanganku. Mataku pun sontak menatapnya. Jantungku berdegup kencang
saat tangannya memegang tanganku. Namun, dia menghancurkan degupan jantungku
dalam sekejap. Dia menarik tanganku ke arah kera itu. Lalu berlari
meninggalkanku. Aku merasa kesal bukan main saat itu. Dia berhasil menjailiku
sebanyak 3 kali. Saat aku berhasil mengejarnya, ku lihat dia sedang duduk. Aku
menghampirinya sambil memegang kedua bahunya dari belakang. Aku bertanya
padanya. Apakah kau lelah? Dia hanya menganggukan kepalanya. Aku pun memijat
kedua bahunya itu. Tanpa sengaja mataku melirik ke arah kanan dan kiri. Ku
lihat semua orang yang melewati kami menatapku dengan tatapan yang sulit ku
artikan. Aku pun menyuruhnya beranjak untuk pergi. Lagi-lagi dia berlari
meninggalkanku. Aku pun mengejarnya. Akhirnya kami keluar dari tempat itu. Kali
ini aku tak perlu khawatir jika dia meninggalkanku lagi. Karena tempat yang
sedang kami telusuri kali ini sangat ramai. Ku lihat banyak wahana yang bisa
dinaiki seperti sepeda untuk pasangan, mobil untuk berkeliling, dan masih
banyak lagi. Namun, dia tak mengajakku untuk menaiki salah satu wahana itu. Dia
memilih berjalan saja. Mataku menatap mobil itu. Ku lihat salah satu penumpang
itu melihat ke arahku. Lebih tepatnya ke arah dadaku. Aku tak heran menatap
penumpang itu. Karena penumpang itu adalah seorang pria. Setelah mobil itu
melaju sangat jauh, ku lihat mobil lainnya di depanku. Lagi-lagi penumpang pria
itu menatap dadaku. Aku pun mengabaikannya. Tiba-tiba Myungsoo membenarkan
kemejaku, walaupun tidak mengancingkannya. Setidaknya bisa menutupi belahan
dadaku. Mataku pun menoleh padanya. Detik itu juga, dia merangkul bahuku.
Mataku terbelalak bukan main. Jantungku berdegup lebih kencang kali ini.
Mulutku menelan salivaku sendiri. Apakah aku sedang bermimpi? Jika ini memang
mimpi, maka aku mohon jangan bangunkan aku dari tidurku! Ternyata semua ini
adalah nyata. Aku merasa lelah dengan perjalanan kami. Tanganku pun terulur
untuk memegang jari tangannya yang merangkulku. Meskipun kami saling diam saat
itu, tapi aku sangat senang. Aku dapat menyimpulkan satu persatu sifatnya. Dia
tak bisa mengungkapkan perasaannya melalui kata-kata. Dia lebih menunjukan
perasaannya pada tindakannya. Kami berhenti di depan sebuah toko kecil. Kami
membeli minuman karena perjalanan sangat jauh dan melelahkan. Setibanya di
kamar, kami berbaring di ranjang sambil menikmati dinginnya AC. Dia menyuruhku
untuk bergegas mandi karena kami akan pulang ke Seoul. Padahal aku masih ingin
bersamanya. Setelah mandi, aku pun menyuruhnya untuk mandi. Namun, dia terlihat
enggan. Aku pun memaksanya untuk mandi. Aku mengemasi semua barang kami.
Sedangkan dia mengecek mesin motornya. Akhirnya kami pergi. Dia melajukan
motornya dengan kecepatan penuh. Aku pun memeluknya dari belakang. Mataku
benar-benar sangat mengantuk. Namun, aku menahannya. Kami berhenti tepat di
kedai makan setelah menempuh perjalanan selama 2 jam. Aku menawarinya makan.
Tapi, dia menolaknya. Dia mengatakan akan makan di restoran favoritnya. Jadi,
kami hanya memesan minuman saja. Setelah minum, kami melakukan perjalanan lagi.
Selama perjalanan aku tak sanggup untuk menahan rasa kantukku. Aku pun
memutuskan untuk tidur sambil memeluknya dari belakang. Namun, dia malah
membangunkanku. Dia menyuruhku untuk tidak tidur. Jika aku tidur, maka dia
tidak bisa melajukan motornya dengan kecepatan penuh. Dengan terpaksa aku
menahan rasa kantukku. Seharusnya dia mengajakku bicara agar aku tak mengantuk.
Akhirnya kami berhenti di restoran favoritnya. Dia masih memesan makanan yang
sama. Sedangkan aku mengganti menu makanku. Lagi-lagi kami makan dalam diam.
Saat membayar di kasir, pelayan restoran tersenyum padaku. Sepertinya pelayan
itu masih mengenali kami. Bagaimana mungkin pelayan itu tak mengenali kami?
Kami singgah di restoran ini baru kemarin dan hari ini. Belum lagi melihat
penampilan kami. Yang terlihat seperti sepasang kekasih geng motor. Aku pun
tersenyum pada pelayan itu. Akhirnya kami melanjutkan perjalanan kami. Lagi-lagi
aku mengantuk. Aku pun menggelengkan kepalaku sambil menahan rasa kantukku.
Saat akan memejamkan mataku, aku melihat pemandangan yang begitu menakjubkan.
Detik itu juga, aku membuka mataku. Mataku menatap takjub pemandangan itu.
Terlihat bentangan alam yang begitu hijau seperti sawah yang tersusun secara
teratur, pohon-pohon yang tinggi dan teratur, dan matahari yang hampir
terbenam. Aku menyuruhnya untuk melajukan motornya pelan-pelan. Kami menikmati
pemandangan itu. Aku pun mengeratkan pelukanku padanya sambil menempelkan
wajahku pada punggungnya dan tersenyum manis. Setelah menyaksikan pemandangan
itu berakhir, dia melajukan motornya kembali dengan kecepatan penuh. Aku
terkejut bukan main saat itu. Aku pun sontak memukul kepalanya dibalik helm.
Sedangkan dia terkekeh. Kami berhenti di pusat oleh-oleh. Kami membeli
oleh-oleh untuk Tae Woo dan Joong Ki. Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan
kami. Akhirnya kami tiba di apartemennya. Ku lihat dia bergegas masuk ke
apartemennya lalu menyalakan laptopnya. Aku tak perlu bertanya lagi padanya.
Dia pasti akan memainkan game kesayangannya. Sepertinya ia tak bisa berhenti
bermain game, walau hanya satu hari saja. Aku duduk disampingnya sambil menahan
rasa kantukku. Dia menyuruhku untuk tidur di kamar Tae Woo. Aku pun mengikuti
perintahnya. Tak terasa aku tertidur selama 3 jam. Aku melihat ponselku. Tae
Woo mengirimiku pesan. Dia menanyakan kapan kami pulang. Aku pun membalasnya
bahwa kami telah berada di apartemen. Beberapa menit kemudian, Tae Woo dan
Joong Ki datang. Aku baru menyadari bahwa saat itu sedang hujan. Aku duduk
disamping Myungsoo sambil menyelimuti tubuhku dengan selimutnya. Hari ini
terasa sangat dingin. Joong Ki terlihat mengkhawatirkan kondisiku. Joong Ki
mengatakan wajahku sangat pucat dan menyuruhku untuk istirahat agar aku bisa
masuk kuliah besok pagi. Tak lupa Joong Ki menanyakan pada Myungsoo. Apa yang
kalian lakukan selama disana? Myungsoo menjawab, kau tak perlu mengetahuinya. Joong
Ki pun menyusul Tae Woo ke kamarnya. Aku menanyakan kondisi keuangan Myungsoo.
Awalnya memang keuangannya menipis. Aku pun menyuruhnya untuk membatalkan acara
jalan-jalan itu. Tapi, dia menolaknya dan memaksakan untuk tetap pergi
jalan-jalan. Aku menyuruhnya untuk mengantarkanku hingga depan kompleks
apartemennya. Tanpa sepengetahuannya, aku meletakan uang 100 ribu won di bawah
keyboard miliknya. Aku pun berpamitan pada Tae Woo dan Joong Ki. Setibanya di
depan kompleks, aku mengatakan padanya agar menghubungiku jika dia membutuhkan
uang. Tak lupa aku pun mengatakan bahwa aku telah meletakkan uang 100 ribu won
di bawah keyboard miliknya. Dia hanya menganggukan kepalanya. Akhirnya aku
pulang ke rumah menggunakan motorku. Hatiku berkata semoga ini adalah awal yang
baik untuk hubungan kita, Myungsoo-ya. Namun, aku sangat menyayangkan satu hal.
Kami tak mengabadikan moment saat disana. Aku baru sadar bahwa aku tak memiliki
satu pun foto bersamanya. Mungkin aku akan mengabadikan moment itu dalam otakku
sebagai kenangan terindahku bersamamu, Myungsoo-ya.
Pada tanggal 30 April 2015 tepat pukul 02.40 p.m. Aku
berencana membawakan makanan untuk Myungsoo. Setelah kelas berakhir, aku
menghampiri Tae Woo untuk menitipkan makanan itu. Tapi, Tae Woo malah
menyuruhku untuk datang ke apartemennya saja. Awalnya aku ragu untuk datang kesana.
Namun, Tae Woo meyakinkanku untuk datang kesana saja karena dia beralasan akan
pergi main bersama temannya. Akhirnya aku memberanikan diri untuk datang.
Sepanjang perjalanan, sudut bibirku tiada hentinya tersenyum sambil
membayangkan diriku bisa berduaan dengan Myungsoo. Setibanya di apartemennya,
ku lihat dia sedang bermain game. Aku hanya bisa menggelengkan kepalaku tak
percaya. Tanganku mengetuk pintu apartemennya. Ku lihat dia menoleh ke arahku.
Mulutku pun menyapanya sambil tersenyum. Aku masuk ke apartemennya lalu
menyimpan makanan yang ku bawa di dapur. Dia menanyakan keberadaan Tae Woo. Aku
pun memberitahunya bahwa Tae Woo sedang main bersama temannya. Baru saja aku
mengatakannya, Tae Woo datang ke apartemennya dengan senyum polosnya. Aku langsung
mengajukan protes pada Tae Woo karena dia telah membohongiku. Tae Woo malah
terkekeh lalu masuk ke kamarnya. Beberapa menit kemudian, Tae Woo keluar dari
kamarnya. Tae Woo mengatakan akan main bersama temannya lalu berpamitan padaku
dan Myungsoo. Akhirnya aku hanya berduaan dengan Myungsoo. Aku selalu
membayangkan hal romantis saat itu. Namun, khayalanku gagal karena dia
mengabaikanku. Dia lebih memilih fokus bermain game favoritnya itu. Tanpa sadar
aku pun tertidur. Tepat pukul 7.00 p.m, aku terbangun dari tidurku. Saat
melihat ke sekelilingku, aku tidak melihatnya dimana pun. Aku pun mengirim
pesan padanya. Kamar apartemennya terasa sangat sunyi bagiku. Aku pun merasa
takut. Selama 10 menit, aku berdiam diri tak bergerak sedikit pun dari tempat
tidurku tadi sambil memeluk lututku sendiri. Tiba-tiba pintu apartemen terbuka.
Munculah sosok yang ku tunggu sedari tadi. Aku pun bertanya padanya.
“ Neo oedigga?”
“ Aku mencari sinyal ponselku di luar.”
Dia berjalan melewatiku. Tangannya terulur mengambil pakaiannya
yang berantakan. Pakaiannya satu demi satu dilipat dengan rapi olehnya.
Sebenarnya tujuanku mendatanginya bukan sekedar membawakan makanan untuknya.
Aku menginginkan sesuatu darinya. Aku menginginkan hadiah kecil darinya. Aku
sangat menginginkan sentuhannya lagi. Saat itu hasrat dalam hatiku dan otakku
sedang berperang. Apakah aku harus menyampaikan keinginan hasratku itu? Ataukah
aku harus menahan semuanya? Tapi aku benar-benar menginginkan sentuhannya pada
tubuhku. Apakah keingananku ini akan ditolak olehnya lagi? Mengingat dia pernah
menolaknya dulu saat aku memintanya. Akhirnya aku memberanikan diri bertanya
padanya. Apapun resposnya aku harus siap mendengarkannya.
“ Sebenarnya aku ingin mengatakan sesuatu, Myungsoo-ya.”
“ Mwoya?”
“ Bagaimana mengatakannya? Apakah kau tidak mengerti maksudku
ini?”
“ Bagaimana aku bisa mengerti? Kau belum mengatakannya
padaku.
“ Sebenarnya… Sebenarnya…. Aku… Aish jinja. Aku tak bisa
mengatakannya.”
“ Katakanlah! Aku mendengarkanmu.”
“ Aku… Aku… Sebenarnya… Aku… Menginginkan sentuhan darimu.”
Akhirnya kata-kata itu pun keluar dari mulutku. Aku
memberanikan diri menatapnya. Ku lihat dia terdiam. Perasaanku gelisah tak
menentu menunggu jawaban darinya. Akhirnya dia menatapku. Sorot matanya
seakan-akan menyuruhku untuk mendengarkannya.
“ Aku menolaknya.”
“ Waeyo?”
“ Aku hanya ingin menolaknya. Tak ada alasan lainnya.”
“ Neo micheosseo? Aku benar-benar gila karena semua ini,
Myungsoo-ya. Hampir 17 bulan aku menahan keinginan hasratku itu mati-matian.
Aku pernah meminta sentuhan darimu dulu. Kau menolaknya. Dan sekarang kau pun
menolaknya. Sebenarnya kau menganggapku apa? Bahkan aku telah merendahkan harga
diriku ini dihadapanmu sebanyak 2 kali. Demi apa? Semua ini aku lakukan demi
keinginan hasratku itu. Kau tak pernah merasakannya. Aku benar-benar gila
karena menahan hasratku itu selama 17 bulan. Dan kau dengan keinginanmu
menyentuhku kembali setelah sekian lamanya aku menahan hasratku itu mati-matian.
Apakah kau menganggapku nappeun yeoja?”
“ Ani. Aku tak pernah menganggapmu nappeun yeoja.”
“ Lalu aku ini apa?”
“ Kau adalah wanita biasa.”
“ Aku benar-benar tak mengerti denganmu, Myungsoo-ya. Hari
ini adalah hari terakhirku menemuimu.”
“ Wae?”
“ Aku sudah tak mempunyai harga diri lagi dihadapanmu. Aku
malu padamu, Myungsoo-ya.”
Aku mengatakan semua itu sambil menahan tangisku. Aku tak
sanggup lagi untuk berhadapan dengannya. Aku tak ingin menangis dihadapannya.
Aku bergegas mengemasi semua barangku. Tanpa banyak bicara lagi, aku keluar
dari apartemennya. Aku melirik ke arah belakang. Ternyata dia mengikutiku. Aku
memakai helmku. Saat akan menaiki motorku, aku baru sadar bahwa aku tak bisa
memutarkan motorku mengingat jalannya begitu sempit. Aku pun menyuruhnya untuk
membantuku. Setelah itu, aku menyalakan motorku. Ku lihat dia masih berdiri di
belakang motorku melalui spion. Saat aku akan melajukan motorku, dia mengatakan
agar aku berhati-hati di jalan. Tanpa meresponnya, aku melajukan motorku.
Sepanjang perjalanan menuju rumahku, aku menangis tak henti-hentinya. Antara menyesal
dan kecewa telah melanda pada hatiku. Hingga detik ini pun, aku masih tak
mengerti akan dirimu. Apakah ini adalah akhir dari segalanya? Aku berharap ini
bukanlah akhir segalanya, Myungsoo-ya. Aku benar-benar menyesali semuanya.
Seandainya aku tak mengatakannya. Seandainya aku bisa menahan hasratku.
Seandainya aku tak seegois ini. Mungkin hubungan kita tidak akan seperti ini.
Perasaanku saat ini pernah ku alami dulu. Saat kau menolak permintaanku untuk
pertama kalinya.
Pada tanggal 5 Mei 2015 tepat pukul 10.00 a.m. Aku pergi ke
Universitas Seoul untuk menemui temanku, Yoon Bora. Aku dan Bora telah berteman
semenjak SMA. Aku sengaja menemuinya untuk meminta bantuan tugas padanya.
Padahal aku tahu saat itu ada kumpulan angkatan untuk membicarakan praktikum
selanjutnya. Namun, aku sangat malas mengikutinya. Tiba-tiba terdengar getaran
ponselku. Tanganku menekan tombol lalu membaca pesan. Mataku terbelalak tak
percaya saat So Ra mengatakan aku sekelompok dengan Myungsoo lagi. So Ra
memberitahuku bahwa asalnya aku masuk kelompok ke-2. Tapi dalam kelompok kedua
kekurangan anggota pria. Sedangkan dalam kelompok ke-3 terdapat banyak anggota
pria. Awalnya anggota wanita yang akan dipindahkan adalah Hye Sun. Tapi Kyuhyun
menolaknya. Kyuhyun adalah ketua angkatan jurusanku. Kyuhyun menunjuk namaku
sambil mengeluarkan smirknya. Akhirnya namaku lah yang dipindahkan. So Ra
sempat melirik ke arah mata Kyuhyun yang menatap nama Myungsoo di kelompok ke-3.
Aku tak heran dengan semua ini. Aku mengerti maksud Kyuhyun melakukan semua
itu. Kyuhyun pasti merencanakan sesuatu padaku dan Myungsoo. Tapi itu justru
membuatku canggung. Mengapa aku harus sekelompok dengan Myungsoo lagi? Tak
bisakah aku fokus dengan tugas kuliahku? Apa yang harus ku lakukan nanti?
Pada tanggal 7 Mei 2015 tepat pukul 01.00 p.m. Aku baru saja
selesai observasi dari salah satu SMA yang ada di Seoul. Setibanya di kampus,
aku bergegas masuk ke kelas karena aku terlambat. Aku mengikuti materi kuliah
hanya 15 menit. Otakku hanya memikirkan Myungsoo. Aku akui bahwa aku salah.
Secara tidak langsung, aku telah merendahkan harga dirinya saat meminta
sentuhan darinya. Aku ingin meminta maaf padanya. Sebelum tiba di kampus, aku
sempat mengirim pesan padanya beberapa kali. Namun, dia tak membalas satu pesan
dariku. Aku melihat ke sekelilingku untuk memastikan Tae Woo hadir pada
perkuliahan kali ini. Mataku berbinar saat melihat Tae Woo duduk di salah satu
kursi yang ada di kelas. Aku tak ingin Tae Woo mengetahui masalahku dengan
Myungsoo kali ini. Mataku mencari-cari keberadaan absensi kelas. Setelah
menemukannya, aku bergegas menandatangani kehadiranku. Beruntung hanya asisten
dosen yang masuk saat itu. Aku bergegas keluar dari kelas setelah memastikan
tidak ada yang menyadarinya. Aku bertekad pergi ke apartemen Myungsoo tanpa
memberitahunya. Akhirnya aku tiba di depan apartemennya. Pintu apartemennya
terbuka. Aku dapat melihatnya sedang bermain game lagi. Aku mengucapkan salam
padanya lalu masuk ke apartemennya. Dia hanya melirikku sebentar lalu
melanjutkan permainannya lagi. Seperti biasanya aku duduk disampingnya sambil
memperhatikan permainannya. Saat itu kami diam seribu bahasa. Ku lihat
tangannya menekan tombol pause lalu
bicara padaku.
“ Apakah kau tak ada kelas? Tae Woo bilang ada kelas. Bahkan
dia berangkat ke kampus.”
“ Aku sengaja membolos untuk menemuimu. Lagipula aku sangat
malu jika berhadapan dengan Tae Woo.”
“ Apa tujuanmu kemari?”
“ Aku ingin meminta maaf padamu. Ku akui bahwa aku salah saat
itu. Aku tak seharusnya memintanya. Aku secara tidak langsung telah merendahkan
harga dirimu. Jeongmal mianhae, Myungsoo-ya. Apakah kau memaafkanku?”
Aku mengucapkan semua yang ada di pikiranku selama ini
padanya. Mataku tak lepas menatapnya. Namun, dia tak menatapku sama sekali.
Pandangannya benar-benar lurus. Setelah selesai bicara, aku memalingkan wajahku
lalu memainkan ponselku. Ku lihat So Ra mengirimiku banyak pesan. Begitupun
dengan Chae Won yang menanyakan keberadaanku. Aku dan Chae Won memang berencana
akan menginap di rumah So Ra. Mungkin mereka mencari keberadaanku karena aku
tak ada di kelas. Aku lupa tidak berpamitan pada mereka sewaktu di kelas.
Mataku terbelalak tak percaya ketika melihat ke arah Myungsoo. Aku tak
menemukan keberadaannya. Ku dengar suara air berisik di kamar mandi. Sejak
kapan dia masuk ke kamar mandi? Mengapa aku tak menyadarinya? Selama 15 menit,
dia berada di kamar mandi. Akhirnya dia keluar dari kamar mandi juga. Dia
mengambil makanan ringan lalu memberikannya padaku. Saat meletakan makanan
ringan itu di depanku, aku mencium aroma maskulin tubuhnya. Detik itu juga,
otakku mulai berpikiran mesum lagi. Aku menggelengkan kepalaku beberapa kali
untuk menyadarkan pikiranku. Aku pun bertanya lagi padanya.
“ Apakah kau memaafkanku? Kau belum menjawab permintaan
maafku tadi.”
“ Nde, aku memaafkanmu.”
“ Aku mempunyai satu pertanyaan lagi. Mengapa kau menghapus
kontakku di media sosial kita? Apa salahku? Apakah kau menghapusnya karena
masalah ini?”
“ Ani.”
“ Lalu karena apa? Berikan aku alasannya!”
“ Aku sudah muak.”
“ Apa maksudmu sudah muak? Apakah kau muak denganku?”
“ Aku muak dengan statusmu di media sosial.”
“ Ah, aku minta maaf. Mungkin karena teman-temanku sering
membajak media sosialku. Mereka pun membuat status yang berhubunganmu. Jeongmal
mianhae. Apakah ada hal lain yang ingin kau katakan padaku? Jika ada, maka
katakanlah! Jangan diam saja seperti ini, jebal! Hingga detik ini pun aku masih
tak mengerti dirimu, Myungsoo-ya! Beritahu aku! Agar aku bisa mengerti akan
dirimu.”
“ Eobseo.”
“ Apakah kau yakin tidak ada?”
“ Ah, nde. Berhentilah menghubungi Tae Woo dan Joong Ki!
Apakah kau tahu? Kau telah menganggu mereka.”
“ Apakah benar begitu? Araseo. Aku tak akan mengganggu mereka
lagi. Geunde, bagaimana caraku menghubungimu? Kau tak pernah membalas pesan
dariku. Bahkan kau telah menghapus kontakku di media sosialmu.”
“ Datang saja langsung kemari. Aku selalu ada di apartemen.”
“ Jeongmal? Araseo.”
“ Geunde, mengapa kau membawa 2 helm?”
“ Aku akan main bersama temanku.”
“ Kau terlalu sering main.”
“ Arra. Aku harus pergi sekarang. Mereka telah menghubungiku.”
Aku memintanya untuk membantuku memutar motorku. Dia
menolaknya karena dia telah melanjutkan permainannya. Aku menghela nafasku lalu
menyerah. Saat akan memutar motorku, ku lihat dia keluar dari apartemen lalu
memutarkan motorku. Aku tersenyum dan mengucapkan terima kasih padanya. Tanpa
membalas ucapan terima kasihku, dia bergegas masuk ke apartemennya kembali. Dan
ku yakini dia sedang bercinta dengan game kesayangannya lagi. Aku pun melajukan
motorku untuk menjemput Chae Won lalu menginap di rumah So Ra. Perasaanku
benar-benar menjadi tenang setelah mengucapkan maaf padanya. Meskipun dia tidak
mengundang kontak media sosialku kembali. Detik itu pun aku sadar bahwa aku
tidak boleh mengharapkan sesuatu yang lebih padanya. Jika aku mengharapkan
semua itu, maka aku lah yang akan terluka pada akhirnya.
Pada tanggal 12 Mei 2015 tepat pukul 05.00 a.m. Aku pergi ke
kampus untuk kumpulan sebelum berangkat praktikum tahap terakhir ini. Aku
mendengar kabar dari Jessica bahwa aku dan Myungsoo pergi secara terpisah. Aku
mendesah lega saat itu. Ternyata aku duduk bersama Shin Hye dan Suzy di
pesawat. Selama perjalanan menuju New Caledonia, aku tidur di pesawat.
Tiba-tiba Shin Hye membangunkanku dan mengatakan bahwa kita telah tiba. Aku
mengemasi barangku lalu turun dari pesawat. Udara disana sangat panas. Tapi aku
menggunakan jaket karena tubuhku benar-benar sangat dingin. Saat tubuhku
terlihat lemas, mataku tanpa sengaja melihat Myungsoo di depanku. Aku bergegas
menormalkan tubuhku sebisa mungkin. Aku tak ingin kelihatan lemah dihadapannya.
Aku kumpul bersama temanku untuk foto bersama. Setelah itu kami berpamitan
karena kami berbeda bus. Aku menaiki bus yang sama dengan So Ra. Sedangkan
Jessica, Eun Hye, Ji Min, dan Chae Won berbeda bus. Aku duduk bersama So Ra.
Saat akan duduk, tanpa sengaja mataku melirik ke arah belakang. Aku melihat Myungsoo
duduk di belakang bersama Yerim, Hye Kyo dan Min Ho. Aku duduk di kursi milikku
sambil menghela nafasku karena aku harus melihat Yerim duduk disamping
Myungsoo. Perasaan cemburu pun melanda hatiku. Namun, aku hanya diam saja. Aku
ingat bahwa aku bukanlah siapa-siapa baginya. Dia sudah bebas sekarang. Aku tak
berhak mengatur hidupnya lagi. Kami mengunjungi satu demi satu lokasi
praktikum. Pada lokasi pertama, kami harus mendengarkan persentasi tentang
pertanian di lokasi praktikum. Kebetulan aku dan Myungsoo duduk berseberangan.
Aku pun sempat mencuri pandang padanya. Namun yang ku lihat dia berkutik dengan
ponselnya. Yang ku yakini dia sedang memainkan game kesayangannya. Selama 2 jam
persentasi berlangsung, akhirnya selesai juga. Aku menyempatkan diri untuk foto
disana bersama So Ra. Setelah itu, kami naik ke bus. Selama perjalanan menuju
hotel, aku berbincang dengan So Ra untuk menghilangkan pikiran negatifku
tentang Myungsoo dan Yerim. Lagipula aku tak mendengar percakapan mereka.
Akhirnya aku tiba di hotel tepat pukul 6.10 p.m. Sebelumnya Taemin
memberitahuku bahwa nomor kamarku adalah 301. Taemin mengetahuinya dari Ji Min.
Aku menanyakan kamar No.301 pada pelayan hotel. Kamar No. 301 terletak di
lantai 3. Namun sayang hotel itu tidak memiliki lift. Akhirnya aku menaiki anak
tangga sambil membawa koperku. Beruntung pelayan hotel bersedia membantuku
untuk membawakan koperku. Akhirnya aku berdiri di kamar No. 301. Aku mengetuk
pintu kamar beberapa kali sambil menunggu Ji Min membuka pintunya. Tanpa
sengaja mataku menoleh ke arah kiri. Ku lihat Myungsoo masuk ke kamar
sebelahku. Mataku terbelalak tak percaya saat itu. Apakah itu artinya kamar
kami bersebelahan? Pintu kamar pun terbuka. Ku lihat sosok Eun Hye muncul
dibalik pintu. Aku bergegas masuk sambil mengatur nafasku. Eun Hye bertanya
padaku. Mengapa tingkahku aneh sekali? Aku hanya tersenyum menanggapinya. Aku
istirahat sebentar lalu mandi. Setelah mandi, aku berencana untuk mencuci
pakaian kotorku. Saat akan membuka pintu kamar mandi, tiba-tiba pintu kamar
terbuka. Ku lihat sosok Kyuhyun dibalik pintu kamar. Aku mengerjapkan mataku
beberapa kali untuk memastikan bahwa itu benar-benar sosok Kyuhyun. Begitupun
Kyuhyun yang sama denganku sedang mengerjapkan matanya. Saat sadar aku sedang
memakai pakaian minim, aku bergegas masuk ke kamar mandi dan menutup pintunya.
Ku dengar Kyuhyun teriak untuk menyuruh kami berkumpul di ruang makan. Tubuhku
bersandar pada dinding. Hidungku menghirup oksigen sebanyak-banyaknya. Tanganku
memegang dadaku. Jujur, aku merasakan malu dan gugup bersamaan saat itu. Aku
merasa malu karena Kyuhyun melihatku mengenakan pakaian minim. Padahal aku
selalu mengenakan pakaian tertutup selama ini. Aku merasa gugup karena aku tak
pernah bertatapan sedekat itu dengannya. Setelah selesai mencuci pakaian, aku
bersama Eun Hye, Ji Min, dan Jessica pergi menuju ruang makan. Ku lihat semua
mahasiswa dan dosen sedang melakukan briefing.
Mataku mencari kursi kosong. Kursi kosong itu berada di depan. Kami pun duduk
disana. Saat itu Heechul sedang mempersentasikan hasil praktikumnya di lokasi
pertama. Beberapa menit kemudian, Kyuhyun maju dan berdiri di depan untuk
mempresentasikan hasil praktikumnya juga. Aku merasa gugup bukan main saat itu.
Kyuhyun berdiri di depan kursi dudukku. Aku berusaha memalingkan wajahku
darinya. Namun, aku tak bisa. Aku takut dosen memandangku tak menghargai hasil
persentasi temanku. Ku lihat dia pun sama gugupnya denganku. Dia berusaha untuk
mengalihkan pandangannya dariku. Namun lagi-lagi dia melihatku. Aku semakin tak
sanggup menatapnya. Aku merasa malu luar biasa saat membayangkan kejadian di
depan kamar mandi itu. Entah berapa lama dia persentasi. Akhirnya briefing kali ini selesai. Aku bersama
temanku kembali ke kamarku. Setibanya di kamar, aku berbaring di ranjang sambil
menormalkan debaran jantungku ini. Aku merasa aneh dengan hari ini. Mengapa
hari ini menceritakan kisahku bersama Kyuhyun? Padahal aku berharap mempunyai
kisah bersama Myungsoo hari ini. Semoga besok adalah kisahku bersama Myungsoo.
Pada tanggal 13 Mei 2015 tepat pukul 05.00 a.m. Aku terbangun
dari tidurku. Aku bergegas mandi lalu membangunkan Eun Hye, Jessica dan Ji Min.
Aku bersiap-siap sambil merias diriku. Saat melihat tubuhku melalui cermin,
detik itu juga aku teringat dengan kejadian semalam bersama Kyuhyun. Aku
menggelengkan kepalaku berkali-kali untuk menyadarkan pikiranku. Tiba-tiba
terdengar suara teriakan Kyuhyun yang menyuruh untuk bergegas ke ruang makan.
Semenjak kejadian semalam, Kyuhyun tak berani membuka pintu kamar secara
sembarangan lagi. Terbukti kali ini dia lebih memilih berteriak di luar kamar.
Aku bersama teman sekamarku turun menuju ruang makan. Kami menikmati sarapan
sambil berbincang-bincang. Aku menceritakan kejadian semalam bersama Kyuhyun
pada mereka. Tapi respon mereka diluar dugaanku. Mereka terlihat biasa saja.
Padahal aku sedang menahan rasa maluku mati-matian. Setelah itu, kami pergi ke
lokasi praktikum hari ke-2. Aku melaksanakan tugas praktikumku bersama Jonghyun.
Karena Jonghyun adalah rekan sekelompokku. Akhirnya tugas praktikum telah
selesai tepat pukul 3.10 p.m. Lokasi terakhir hari kedua ini adalah mengunjungi
sebuah pantai. Di lokasi pantai tersebut kami dibebaskan dari tugas. Aku
bersorak gembira dalam hati. Aku duduk sambil menatap ke arah luar kaca bus
sambil menyandarkan kepalaku dibelakang kursi Kyuhyun. Aku bergumam sambil
menikmati pemandangan pantai itu.
“ Yoeputta.” Gumamku.
“ Bagiku pantai ini masih terlihat biasa saja.” Ujar Kyuhyun
sambil menoleh ke arahku. Mataku terbelalak sempurna saat dia menoleh ke arahku
dan wajah kami sangat dekat. Detik itu juga, aku menyadarkan kepalaku pada
kursi belakangnya lagi agar aku tak melihat wajahnya lagi. Lagi-lagi aku merasa
gugup saat bersamanya. Padahal pria yang ku cintai adalah Myungsoo. Sedangkan
Kyuhyun adalah pria yang ku kagumi karena ketampanannya saja.
Aku bertanya-tanya dalam benakku. Apakah dia secepat itu
melupakan kejadian semalam? Ataukah dia berpura-pura tak mengalami kejadian
semalam? Mengapa dia terlihat biasa saja? Ataukah dia sama gugupnya denganku?
Aku benar-benar tak mengerti dengan pemikiran seorang pria. “ Jeongmal?”
Tanyaku tanpa menoleh padanya sambil menahan rasa gugupku.
“ Nde, tunggulah beberapa hari lagi. Kita akan pergi ke
pantai yang begitu indah. Pantai itu bagaikan surganya dunia.” Ujar Kyuhyun.
“ Aku tak sabar ingin pergi ke pantai itu.” Ujarku sambil
tersenyum.
“ Geunde, Ji Won-ya. Mengapa kau tidak duduk bersama
Myungsoo?” Goda Kyuhyun sambil mengeluarkan smirknya sedangkan aku langsung
menatapnya tak percaya. Pertanyaannya membuatku terkejut bukan main.
“ Nde, Kyuhyun benar. Mengapa kau tidak duduk bersama
Myungsoo?” Goda Sungmin sambil mengedipkan sebelah matanya padaku.
“ Ah, molla.” Elakku sambil memalingkan wajahku. Namun, aku
sempat melirik ke arah mereka. Mereka tersenyum penuh arti. Bahkan mereka
saling menatap. Aku sudah tahu. Kyuhyun telah merencanakan semua ini. Dia
sengaja memindahkanku dari kelompok 2 menjadi kelompok 3 agar aku berada pada
bus yang sama dengan Myungsoo.
Akhirnya kami tiba di pantai. Aku bersama Eun Hye, Jessica,
dan Ji Min menelusuri pantai. Aku dan Eun Hye melepaskan sandal kami lalu
menyimpannya di bus milik Eun Hye. Tak lupa kami foto bersama. Ku lihat So Ra
dan Chae Won berada di atas bukit. Aku meneriaki nama So Ra. Saat So Ra melihat
ke arahku, aku menyuruhnya untuk memotret kami dari atas bukit. Aku pergunakan
waktuku untuk foto bersama ombak-ombak yang menghampiriku. Tanpa terasa kami
disuruh untuk kembali ke bus. Aku mengambil sepatuku di bus Eun Hye. Saat aku
mengambil sepatuku, ku lihat teman-teman Myungsoo ada di bus itu semua. Joong
Ki dan Hyun Joong menanyakan alasanku ke bus mereka. Aku beralasan mengambil
sepatuku sambil menunjukan sepatuku pada mereka lalu keluar dari bus. Aku
kembali ke bus milikku. Saat duduk, aku merasa dingin bukan main. Pakaian yang
ku kenakan hampir basah semua. Dan aku tak membawa pakaian ganti. Dengan
terpaksa aku memakai pakaian basahku. AC dalam bus benar-benar tak bersahabat dengan
tubuhku ini. Aku benar-benar kedinginan kali ini. Aku pun tak mungkin memakai
jaket. Aku takut jaketku akan basah. Aku berusaha menahan rasa dinginku sebisa
mungkin. Akhirnya aku memutuskan untuk tidur. Entah berapa lama aku tertidur,
aku merasa bus berhenti. Dan benar saja bus berhenti di depan restoran. Padahal
aku berharap bus berhenti di depan hotel. So Ra beranjak dari kursinya sambil
mengajakku turun dari bus. Aku menyuruhnya untuk turun duluan. Saat hendak
turun, tiba-tiba tubuhku terasa lemas dan kepalaku pusing bukan main. Aku pun
memutuskan untuk tidur di bus. Entah berapa lama aku tertidur, aku melihat
ponselku karena bus masih kosong. Aku melihat banyak pesan dan panggilan tak
terjawab dari teman-temanku. Tiba-tiba ponselku bergetar lagi. Kali ini Ji Min
menanyakan keberadaanku. Terdengar nada khawatir dari suaranya. Setelah
mematikan panggilan telepon dari Ji Min, tiba-tiba Kyuhyun dan Sungmin datang
menghampiriku. Terlihat raut wajah khawatir mereka.
“ Mengapa kau tak mengatakan pada kami? Kalau kau sedang
sakit, Ji Won-ya.” Tanya Kyuhyun.
“ Apakah kau sakit perut? Apakah kau merasa mual? Aku akan
mencari obat untukmu.” Ujar Sungmin sambil mengambil tas miliknya.
Belum sempat aku menjawab pertanyaan mereka, tiba-tiba dosen
datang bersama Ji Min, So Ra, dan supir bus.
“ Kau sakit apa, nak?” Tanya dosen itu.
“ Hanya sakit biasa, saeng.” Ujarku.
“ Sebaiknya kita pergi ke rumah sakit, nde.” Ujar dosen itu.
“ Nan gwaenchana. Lagipula ini adalah penyakit turunan,
saeng. Saya ceroboh karena meninggalkan obat di kamar hotel. Saya hanya
membutuhkan obat itu saja lalu istirahat yang cukup.” Ujarku.
Akhirnya So Ra dan dua orang dosen mengantarkanku kembali ke
hotel. Setibanya di hotel, aku berbaring di sofa. Salah satu dosen menyuapiku
makan. Sedangkan So Ra mengambilkan obatku di kamar. Aku sebisa mungkin menelan
makanan itu. Namun, aku tak sanggup. Akhirnya dosen itu berhenti menyuapiku
lalu menyuruhku untuk minum obat. Setelah minum obat, So Ra mengantarkanku
menuju kamarku. So Ra memapahku untuk menaiki tiap anak tangga satu demi satu.
Setibanya di kamar, aku berbaring di ranjang. Tiba-tiba dosen lainnya datang.
Dosen itu menyuruhku untuk mengganti pakaianku. Aku pun mengikuti perintahnya.
Saat keluar dari kamar mandi, aku tak menemukan dosen itu. Detik itu juga So Ra
menyuruhku istirahat dan meminta ijin dariku untuk pergi ke kamarnya. Aku hanya
menganggukan kepalaku lalu memejamkan mataku.
TBC
Bacalah
part sebelumnya dengan mengklik link dibawah ini!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar