[Special
Edition Love is Feeling] Ji Won’s Diary Part 14
Title : [Special Edition Love is
Feeling] Ji Won’s Diary Part 14
Author : Cavela
Length : Series
Genre : Romance and Sad
Main
Cast : Kim Myung Soo aka L Infinite
and Kim Ji Won
Other Cast : Cho Kyuhyun, Kim Yerim, Kim Ryeowook, Beige, Kim Heechul, Im
Yoona, Leeteuk aka Seongseonim Park,
Hyuna, Gayoon, Yoo Seung Ho, Jung Yong Hwa, Lee Hyukjae aka Eunhyuk, Song
Eunji, Han Ji Min, Kang In aka Seongseonim, Park Shi Ho, Hwang Jung Eum, Lee Da
Hee, Lee Jun Ki, Song Hye Kyo, Han Ga In, Park Shin Hye, Yoon Eun Hye, Jessica
Jung, Moon Chae Won, Kang So Ra, Goo Hye Sun, Lee Sunkyu aka Sunny, Lee Hong
Ki, Shindong, Kim Bum, Kim Gyeong, Song Ye Jin, Park Si Yeon, Jung So Min, Kim Jae Joong, Seo In Guk,
Kwon Yuri, Kim Sae Ron, Tuan Kim, Nyonya Kim, Micky Yoochun, Choi Sulli, Kim So
Eun, Lee Joon, Tae Yang, Kim Haneul, Kang Min Hyuk, Kim Hyun Joong, Kim Tae
Woo, Shin Min Ah, Han Hyo Joo, Lee Taemin, Victoria Song, Choi Minho, Wooyoung,
Park Min Young, Jang Geun Suk, Song Jong Ki, Lee Jae Jin, Seulgi, member
Infinite, member Super Junior, member Girls Generation, Lee Min Ho, Yoon Bora,
Bae Suzy, Sung Si Kyung, Lee Jonghyun, Lee Sungmin, Cho Ah, Kim Woo Bin, Bang
Minah, Kim Taeyeon, Park Hyo Shin, Lee Seung Gi, Choi Sooyoung, Kim Hyeyeon,
Jung Il Woo
Preview
Pada tanggal 19 Mei 2015 tepat pukul 2.00 p.m, kami berada di
bandara. Aku dan Myungsoo berbeda pesawat. Ku lihat dia sedang mengantri untuk
masuk ke pesawat. Aku mengiriminya pesan. Pesan yang berisikan agar dia
berhati-hati. Lagi-lagi dia tak membalas pesanku. Mataku melirik ke arahnya.
Ternyata dia sedang melihat ke arahku. Untuk sesaat kami saling menatap. Dia
menatap sendu padaku.
“ Semoga kau baik-baik saja, Myungsoo-ya. Sampai bertemu lagi
di Seoul. Neomu bogosipeo.” Pikirku sambil menatapnya.
Entahlah apa arti tatapannya kali ini. Aku takut hanya aku
disini yang merasakan hal itu, sementara dirinya tak merasakannya. Akhirnya aku
memalingkan wajahku lalu menundukan kepalaku. Aku tak sanggup menatapnya
terlalu lama. Aku mendengar suara pesawat terbang. Detik itu juga, aku
mengangkat kepalaku. Mataku menatap kepergian pesawatnya yang semakin jauh dari
pandanganku. 30 menit kemudian, giliran pesawatku akan berangkat. Aku bergegas
masuk ke pesawat. Setelah duduk di kursiku, aku langsung tidur begitu saja.
Entah berapa lama aku tidur, Shin Hye membangunkanku karena kita telah tiba di
Seoul. Aku keluar dari pesawat lalu mengambil koperku. Saat di pintu keluar,
mataku mencari sosok ayahku. Setelah menemukannya, kami pulang ke rumah.
Setibanya di rumah, aku berbaring di ranjang sambil menatap layar ponselku.
Apakah kau sudah tiba di Seoul? Ataukah kau masih dalam perjalanan? Aku harap
kau baik-baik saja. Neomu bogosipeo, Myungsoo-ya.
Next
Pada tanggal 28 Mei 2015 tepat pukul 8.00 p.m, aku mengirim
pesan pada Myungsoo. Aku mengajaknya untuk main bersama. Dia meresponku dengan
baik. Bahkan menanyakan lokasi tujuan main padaku. Saat aku memberitahunya
bahwa aku ingin main ke pulau Nami. Dia membalasku dengan perkataan yang sulit
ku artikan.
“ Chankaman! Sebenarnya apa yang kau inginkan?” Tanyanya.
“ Bukankah sudah jelas jawabannya aku ingin main bersamamu,
Myungsoo-ya.” Ujarku.
Setelah membalasnya, dia tak membalas pesanku lagi. Aku
benar-benar tak mengerti dengannya. Diawal dia membalas pesanku. Bahkan
responnya begitu baik. Lalu apa maksudnya dia bertanya begitu padaku? Baru kali
ini dia bicara kasar padaku setelah hubungan kami berakhir. Tanpa sadar, air
mataku mengalir begitu saja. Apakah aku melakukan kesalahan lagi kali ini,
Myungsoo-ya? Akhirnya aku memutuskan untuk tidur sambil berusaha melupakan hal
ini.
Pada tanggal 29 Mei 2015 tepat pukul 1.00 p.m, aku pergi ke
apartemen Min Ah. Awalnya kami akan mengerjakan tugas bersama-sama. Namun, aku
malah bercerita kejadian pada tanggal 28 Mei 2015 padanya. Aku menangis
tersedu-sedu saat menceritakannya. Min Ah mendengarkan ceritaku sambil
menenangkanku. Dia menyuruhku untuk mengirim pesan pada Myungsoo. Aku pun
mengikuti perintahnya.
“ Jika aku mengganggumu, maka aku minta maaf padamu. Jika kau
ingin menolak rencana mainku, maka aku mohon bicaralah baik-baik. Aku pasti
akan mengerti. Apakah kau tahu, Myungsoo-ya? Aku merasa sakit hati ketika
membaca pesanmu kemarin malam terutama perkataan kasarmu itu.”
Setelah mengirim pesan itu, aku menangis lagi. Tanpa
terpikirkan olehku sebelumnya, dia membalas pesanku. Dia meminta maaf padaku.
Dia mengakui bahwa dia salah mengirim pesan. Dia tak hanya mengirim pesan itu 1
kali, melainkan 3 kali. Aku tersenyum saat membaca pesan itu. Tanganku
menghapus air mataku dari wajahku. Aku menunjukan pesan dari Myungsoo pada Min
Ah. Ku lihat Min Ah tersenyum padaku. Setelah itu, aku tak membalas pesannya.
Bahkan aku tak meneruskan rencana mainku bersamanya. Entah mengapa aku takut
kami akan bertengkar lagi, jika aku masih meneruskan rencana main itu. Aku
harap ini terakhir kalinya kau bersikap kasar padaku, Myungsoo-ya.
Pada tanggal 6 Juni 2015 tepat pukul 1.00 p.m, aku pergi ke
kampus untuk mengerjakan tugas akhir. Aku mengerjakan tugas itu bersama Si
Kyung dan Min Ah. Aku menatap kesal pada layar ponselku karena Seung Ho tak
kunjung datang. Tanpa sengaja mataku melihat Myungsoo datang. Apakah dia akan
mengerjakan tugasnya disini juga? Apa yang harus ku lakukan? Aku berusaha
bersikap acuh seperti biasanya. Aku mengerjakan tugas itu semampuku. Ku dengar
dia berpamitan pada teman-temannya. Detik itu juga, aku merasa lega bukan main.
Mataku sempat melirik ke arahnya. Aku memegang tanganku. Mataku menatap
gelangnya yang masih ku kenakan. Kapan aku bisa mengembalikan gelang ini
padamu? Mengapa kau tak meminta gelang ini dariku, Myungsoo-ya?
Pada tanggal 8 Mei 2015 tepat pukul 8.00 a.m, aku pergi ke
kampus karena harus mempresentasikan tugas akhirku. Selain itu, aku terpilih
sebagai perwakilan dari kelompokku. Meskipun aku kurang tidur karena
mengerjakan tugas itu. Aku membaca hasil laporanku itu halaman demi halaman.
Tepat pukul 9.30 a.m, aku melihat Myungsoo baru datang. Aku tak menyangka dia
berani sekali datang terlambat. Akhirnya aku memutuskan untuk tidur sebelum
maju untuk presentasi. Tiba-tiba Eun Hye membangunkanku karena sudah giliranku
untuk tampil. Dengan setengah sadar, aku maju lalu duduk di kursi yang telah
disediakan. Aku duduk diantara Jae Joong dan Jonghyun. Mereka tiada hentinya
mengajakku bicara. Padahal kondisiku sangat mengantuk saat itu. Kini giliranku
tiba. Sebelum memulai presentasi, aku sempat mendengar seseorang memanggil nama
Myungsoo. Orang itu bermaksud memberitahu Myungsoo bahwa aku akan bicara di
depan. Aku menyadarkan pikiranku kembali. Detik itu juga, aku mulai presentasi
hasil laporanku. Entah berapa lama aku bicara, akhirnya presentasi laporanku
telah selesai. Aku bergegas mengerjakan tugasku yang lain karena harus
dikumpulkan pada hari yang sama juga. Saat akan mengumpulkan tugasku, ku lihat
Myungsoo bersama teman-temannya berada di depanku. Aku melewati mereka tanpa
menyapa sedikit pun. Padahal saat melewati mereka, jantungku benar-benar
berdegup dengan kencangnya. Aku sangat gugup saat itu. Setelah mengumpulkan
tugas itu, aku bermaksud untuk mengembalikan gelang itu pada Myungsoo. Namun,
aku tak menemukannya dimanapun. Akhirnya aku mengurungkan niatku untuk
mengembalikan gelang itu.
Pada tanggal 17 Juni 2015 tepat pukul 6.00 p.m, aku bermain
bersama Bora. Kami pergi kuliner untuk menikmati makanan yang belum pernah kami
makan. Aku menceritakan kisahku bersama Myungsoo saat praktikum bulan Mei 2015
yang lalu padanya. Dia mendengarkan semua ceritaku. Bahkan menyuruhku untuk
mengembalikan gelang itu. Aku mengatakan padanya bahwa aku telah mengirim pesan
pada Myungsoo bermaksud untuk mengembalikan gelang itu padanya. Namun, Myungsoo
hanya membaca pesanku saja tanpa membalasnya. Bora yang mendengarnya menjadi
kesal bukan main pada Myungsoo. Detik itu juga, dia menyuruhku untuk pergi ke
apartemen Myungsoo saja. Akhirnya aku memutuskan untuk mengikuti sarannya.
Setibanya di depan apartemen Myungsoo, aku melihat motornya. Aku mengetuk pintu
kamarnya beberapa kali. Namun, dia tak membuka pintunya. Aku mengintip melalui
jendela. Aku dapat melihat laptopnya menyala, namun aku tak melihat Myungsoo
dimanapun. Bora menyuruhku untuk mengaitkan gelang itu pada motor Myungsoo saja.
Aku menganggukan kepalaku lalu mengaitkan gelang itu pada motornya. Setelah
itu, kami pergi ke tempat kuliner selanjutnya. Aku pulang ke rumah tepat pukul
10.00 p.m. Aku mengirim pesan pada Myungsoo bahwa aku mengaitkan gelang itu
pada motornya. Tak lupa aku mengucapkan terima kasih padanya. Selain itu, aku
mengirim pesan pada Joong Ki juga. Joong Ki membalas pesanku dan mengatakan
baiklah padaku. Aku sangat menyayangkan hari ini karena tidak bisa bertemu
dengan Myungsoo. Padahal aku ingin melihat wajahnya. Aku hanya bisa berharap
gelang itu tidak hilang. Neomu bogosipeo, Myungsoo-ya.
Pada tanggal 18 Juni 2015 tepat pukul 9.00 a.m, aku terbangun
dari tidurku. Tanganku terulur mengambil ponselku. Berharap Myungsoo membalas
pesanku. Namun nihil, dia tak membalas pesanku. Dia hanya membaca pesanku saja.
Apa yang ada dalam pikiranmu sebenarnya, Myungsoo-ya? Apakah membalas pesanku
begitu sulit bagimu? Hatiku benar-benar
dilanda rasa kecewa kali ini.
Pada tanggal 19 Juni 2015 tepat pukul 9.00 a.m, aku terbangun
dari tidurku. Tanganku terulur mengambil ponselku. Ku lihat banyak pesan yang
mengucapkan selamat ulang tahun padaku. Hari ini adalah hari ulang tahunku. Aku
membaca pesan demi pesan itu. Tak lupa aku membalas pesan mereka. Tiap detik,
tiap menit, tiap jam aku menatap ponselku berharap Myungsoo mengirim pesan
padaku. Namun nihil hingga pukul 10.00 p.m, dia tak mengirimiku pesan. Aku pun
memutuskan untuk mengirim pesan padanya. Aku masih menunggunya membalas pesan
dariku. Tanganku menggeser layar ponselku. Ku lihat dia sudah membaca pesan
dariku. Tapi, mengapa dia tak membalas pesanku? Padahal aku hanya ingin dia
mengucapkan selamat ulang tahun padaku. Hanya itu saja yang ku inginkan. Apakah
membalas pesanku begitu sulit bagimu? Aku tak menyangka kau akan mengacuhkanku
seperti ini. Aku kecewa padamu, Myungsoo-ya.
Pada tanggal 30 Juni 2015 tepat pukul 7.00 a.m, aku pergi ke
kampus. Karena hari ini adalah hari dimana mahasiswa/i diberangkatkan ke kota
terpencil untuk melakukan pengabdian pada masyarakat. Aku bertemu dengan tempat
kelompokku dari berbagai jurusan lain. Akhirnya aku memiliki teman baru. Kami
mendengarkan sambutan demi sambutan yang ada. Tepat pukul 12.00 a.m, acara
pemberangkatan itu selesai. Aku pergi ke gedung fakultasku bersama So Ra. Kami
menunggu Ji Min karena kami akan main bersama. Aku menceritakan kisahku dengan
Myungsoo akhir-akhir ini pada So Ra. Tanpa ku duga, So Ra mengatakan hal yang
membuat hatiku sakit. So Ra mengatakan alasan Myungsoo pindah bus karena
Myungsoo merasa muak dengan kehadiranku. So Ra mengetahui alasan itu dari Hye
Kyo. Detik itu juga, aku menatap lurus pandangan di depanku dengan tatapan
kosong. Apakah benar kau mengatakan semua itu pada Hye Kyo, Myungsoo-ya? Apakah
benar kau merasa muak dengan kehadiranku? Mengapa kau tak mengatakannya
langsung padaku? Mengapa kau mengatakannya pada Hye Kyo? Apakah kau tahu? Kau
telah mempermalukanku, Myungsoo-ya. Akhirnya Ji Min datang. Kami pergi ke
apartemen Ji Min bersama-sama. Setibanya di apartemen Ji Min, kami mengadakan
pesta bersama. Tiba-tiba sebuah pesan muncul pada layar ponselku. Ternyata
pesan itu dari Gyeong. Gyeong menanyakan keberadaanku. Aku pun memberitahu
keberadaanku padanya. 15 menit kemudian, Gyeong datang. Aku menyuruhnya untuk
bergabung makan. Aku menceritakan semua yang baru ku dengar dari So Ra pada Ji
Min dan Gyeong. Ji Min pun membenarkan cerita itu karena dia ikut
mendengarkannya juga. Tiba-tiba Gyeong bercerita padaku. Saat itu Tae Woo
sedang bersama Gyeong dan mahasiswa lainnya di kampus. Tae Woo membicarakan
rasa tidak sukanya padaku di depan mahasiswa lain.
“ Gyeong, bukankah kau adalah sahabat Ji Won? Sebaiknya kau
mengurung Ji Won saja. Jangan biarkan dia keluyuran di apartemen Myungsoo.
Apakah kau tahu? Hal itu sangat menggangguku. Apalagi saat dia sedang
bertengkar dengan Myungsoo. Dia meminta bantuan padaku. Aku benar-benar
terganggu oleh semua itu. Padahal dia baru 2 kali datang ke apartemen kami.”
Aku tersenyum miris mendengar perkataan Tae Woo itu. Apa
salahku pada Tae Woo sebenarnya? Aku sudah mengikuti perintah Myungsoo untuk
tidak mengganggu Tae Woo dan Joong Ki lagi. Lalu mengapa Tae Woo masih
mempermasalahkannya? Padahal aku sudah lama tak bicara pada Tae Woo. Selain
itu, aku selalu membawa makanan untuknya saat datang ke apartemen Myungsoo.
Bahkan aku membeli oleh-oleh untuknya setelah aku dan Myungsoo pulang dari
jalan-jalan kami. Aku benar-benar tak mengerti jalan pikiran Tae Woo. Hari ini
benar-benar membuatku sedih. Aku mendengar 2 kabar yang membuat hatiku sakit. Apakah
benar Myungsoo merasa muak padaku? Apakah Tae Woo membenciku juga? Sebenarnya
apa yang sudah ku lakukan sebelumnya? Mengapa mereka membenciku sekarang?
Padahal aku telah menganggap Tae Woo sebagai temanku. Terlebih lagi aku masih
mencintai Myungsoo. Semua ini membuatku benar-benar tak mengerti.
Pada tanggal 5 Juli 2015 tepat pukul 5.00 p.m, aku bertemu
dengan Shi Hye di café. Aku menceritakan semua yang terjadi tanggal 30 Juni
2015 padanya. Hal yang tak pernah ku duga pun terjadi. Dia mengatakan padaku
bahwa Myungsoo pernah membicarakan hal yang sama saat di kapal dulu. Saat itu
Shin Hye duduk di depan, sedangkan dibelakangnya ada Hyeyeon, Sooyoung, dan
Seung Ho. Mereka menanyakan alasan Myungsoo pindah bus. Jawaban yang
dilontarkan oleh Myungsoo pun sama. Jawaban bahwa Myungsoo merasa muak dengan
kehadiranku. Setelah mendengar cerita dari Shin Hye membuatku tidak ingin makan
lagi. Hatiku terasa sakit. Mataku tergenangi oleh air. Mulutku terbungkam
dengan rapatnya. Dadaku terasa sesak bukan main. Aku menahan semuanya. Aku tak
ingin menangis didepan Shin Hye. Aku tak ingin terlihat lemah di depannya.
Mengapa kau tega mengatakan semua itu, Myungsoo-ya? Apa salahku? Apakah kau tak
bisa mengatakan semua hal itu padaku saja? Mengapa aku harus mengetahui semuanya
dari orang lain? Apa yang kau inginkan sebenarnya, Myungsoo-ya? Entahlah
bagaimana perasaanku sekarang terhadapmu. Antara rasa sayang dan kecewa telah
bercampur menjadi satu. Aku sendiri tak mengetahui perasaanku saat ini.
Lagi-lagi aku harus menangis karenamu, Myungsoo-ya.
Pada tanggal 20 Agustus 2015 tepat pukul 2.00 p.m, hari ini
adalah hari ulang tahun Myungsoo. Aku merasa ragu untuk memberikan ucapan
selamat padanya. Tiba-tiba Seung Gi bertanya padaku. Mengapa aku terlihat
murung? Padahal hari ini ada kegiatan pengabdian pada masyarakat sekitar. Aku
menceritakan kisahku dengan Myungsoo padanya. Dari awal aku bertemu dengan
Myungsoo, berpacaran dengan Myungsoo, hingga hubungan kami berakhir. Dia
mendengarkan ceritaku dengan baik. Dia memberikan kesimpulan padaku.
“ Apakah kau tahu, Ji Won-ya? Apakah masih belum begitu jelas
maksud semua ini? Dia masih sayang padamu. Dia bukanlah tipe namja yang banyak
membual. Dia lebih menunjukan semuanya dengan tindakannya. Kau seharusnya tak
mempermasalahkan semua ini. Mungkin banyak faktor yang membuatnya bersikap
seperti itu. Jika dia tidak menyayangimu, maka seharusnya dia acuh saja ketika
kau sedang sakit. Apakah kau tahu? Mengapa dia masih melajang? Padahal hubungan
kalian telah berakhir 2 tahun yang lalu. Sebenarnya sangat mudah sekali seorang
namja ingin mendapatkan yeojachingu. Apalagi dia sangat tampan, bahkan dia
memiliki banyak modal selain ketampanannya. Kau harus menyelidiki alasan dia
masih melajang. Jika aku berada diposisinya saat itu, maka aku merasa sangat
sakit hati padamu. Kau telah memutuskannya secara sepihak. Kau benar-benar
yeoja babo karena bisa terpengaruh dengan issue
itu. Dia pernah gagal dalam hubungan pertamanya. Dia baru bisa membuka hatinya
setelah 1,5 tahun atau 18 bulan. Kini dia masih melajang setelah hubunganmu
berakhir dengannya selama 2 tahun. Apakah kau tak merasa ada yang janggal
disini? Dia tak bisa dengan mudahnya membuka hatinya. Aku tahu kau sedang
menyesali semuanya saat ini. Sebaiknya kau tenangkan dirimu, Ji Won-ya! Berikan
dia waktu untuk sendiri! Mulai sekarang jalani hidup kalian masing-masing! Jika
kalian memang ditakdirkan untuk bersama, maka aku yakin suatu saat nanti kalian
akan dipertemukan kembali. Jika kau ingin mengucapkan selamat ulang tahun
padanya, maka ucapkan saja padanya! Geunde, kau harus siap menanggung
resikonya. Antara dia meresponmu dengan baik atau tidak. Yang dapat ku
simpulkan dari ceritamu adalah dia masih sayang padamu, Ji Won-ya.”
Setelah mendengar penjelasan Seung Gi, entah mengapa hatiku
menjadi tenang. Sedikit demi sedikit aku mengetahui apa yang ada dipikiran
Myungsoo. Sedikit demi sedikit aku merasakan sakit yang dirasakannya saat itu.
Aku benar-benar menyesali semuanya sekarang. Apa yang harus ku lakukan
sekarang? Tepat pukul 8.00 p.m, aku memberanikan diri untuk mengirim pesan
padanya. Dalam pesan itu aku mengucapkan selamat ulang tahun padanya. 5 menit
kemudian, dia membalas pesanku. Dia mengucapkan terimakasih padaku dan
menanyakan siapa aku. Ternyata aku lupa mengetik namaku saat itu karena aku
baru saja membeli nomor ponsel yang baru. Aku pun membalas pesannya dengan
menyebutkan namaku. Tak lupa aku menanyakan kabarnya selama ini. Jujur, hampir
4 bulan aku tak bertemu dengannya. Aku sangat merindukannya. Namun, dia tak
membalas pesanku lagi. Apakah dia benar-benar merasa muak padaku? Apakah dia
membenciku sekarang? Memikirkan hal itu membuatku menangis. Aku menangis dalam
diam sambil mengenangnya.
Pada tanggal 12 September 2015 tepat pukul 10.00 p.m, aku
memberanikan diri mengirim pesan pada Myungsoo. Aku benar-benar penasaran
dengan semua itu. Apakah benar dia bicara pada Hye Kyo atas rasa muaknya
padaku? Apakah benar dia membenciku? Aku ingin mengetahui alasan semua itu. 10
menit kemudian, dia membalas pesanku. Dia mengelak semua pertanyaanku. Mataku
terbelalak tak percaya ketika membaca pesan darinya. Selama ini dia tak pernah
mengelak tuduhanku. Ini adalah pertama kalinya dia mengelak. Saat kami
bertengkar, dia tak pernah mengelaknya. Dia lebih memilih diam. Dia selalu
melontarkan pertanyaan yang harus ku jawab sendiri.
“ Terserah padamu! Apakah kau mempercayai mereka atau
mempercayaiku?”
Dia selalu mengatakan hal itu disaat kami bertengkar. Namun,
kali ini berbeda. Dia mengelaknya dengan tegas. Detik itu juga, aku tersenyum.
Setidaknya aku tahu bahwa dia tidak mengatakan hal itu. Mungkin ini adalah
salah satu cara Yerim bersama teman-temannya untuk membuatku bertengkar dengan
Myungsoo. Karena Hye Kyo termasuk salah satu teman Yerim. Aku harap kau tak
membohongiku, Myungsoo-ya. Semenjak hubungan kita berakhir, aku telah
memutuskan untuk mempercayaimu sepenuhnya. Aku tak kan dengan mudahnya
terpengaruh orang lain lagi. Tapi kasus ini sangat berbeda. Hatiku terasa
sangat sakit ketika mendengarnya. Jantungku seakan-akan berhenti berdetak
ketika mendengar kau merasa muak padaku. Aku takut bahwa semua itu benar. Tapi
setelah kau mengelaknya, aku semakin mempercayaimu. Hingga detik ini pun aku
masih mencintaimu, Myungsoo-ya.
Pada tanggal 26 September 2015 tepat pukul 11.00 p.m, aku
mengirim pesan pada Myungsoo.
“ Tak terasa hampir 5 bulan kita tak bertemu. Neomu
bogosipeo, Myungsoo-ya. Seandainya aku masih Ji Won yang dulu, mungkin aku akan
bergegas pergi ke apartemenmu. Geunde, aku tak bisa.”
15 menit kemudian, dia membalas pesanku. Dalam pesan itu dia
mengirim gambar senyum padaku. Aku tersenyum saat membacanya. Setelah itu, aku
memutuskan untuk tidur. Semoga kau mimpi indah. Saranghae, Myungsoo-ya.
Pada tanggal 10 Oktober 2015 tepat pukul 7.00 p.m, aku
berangkat bersama Gyeong menuju lokasi OSPEK angkatan 2015 menggunakan motorku.
Untuk mencapai lokasi tersebut, aku dan Gyeong terjatuh dari motor karena
jalannya berbatu. Setibanya di lokasi, kami dibantu oleh senior. Entahlah aku
tak tahu senior itu angkatan berapa. Setelah memarkirkan motorku, tiba-tiba ada
sebuah motor yang menghalangiku. Mataku tak bisa melihat pemilik motor itu
karena pancaran lampu motornya yang mengenai mataku. Tapi aku sangat mengenali
motor itu. Modifikasi pada motor itu terasa tak asing bagiku.
“ Mengapa motor ini terasa tak asing bagiku? Mengapa aku
merasa sangat mengenali motor ini?” Gumamku. Sedikit demi sedikit mataku
menelusuri motor itu. Mataku terhenti saat melihat sang pemilik motor membuka
kaca helm miliknya, sehingga aku dapat melihatnya dengan jelas. Mataku terbelalak
tak percaya ketika melihat sosok wajah Myungsoo dibalik helm yang dikenakannya.
“ Bagaimana mungkin kau tak mengenalinya, Ji Won-ya? Motor
itu milik Myungsoo. Ekhhmm…” Celetuk Gyeong.
Detik itu juga, aku bergegas menyingkir dari hadapan
Myungsoo. Aku merasa malu bukan main saat itu. Aku dan Gyeong berjalan kaki
menuju tenda angkatan kami yaitu 2012. Saat itu tenda sudah terisi penuh. Tak
ada ruang yang tersedia untuk kami di tenda. Kami berkumpul di luar bersama
anggota lainnya. Tiba-tiba terdengar suara pria yang begitu kerasnya. Tapi aku
tak mengetahui siapa pemilik suara itu karena keadaan disana sangat gelap.
“ Apakah kalian tahu? Disini ada yang mengenakan jaket
pasangan.”
“ Nugu?”
“ Apakah kalian tak sadar? Disini ada seorang namja dan yeoja
yang memakai jaket berwarna merah.”
Detik itu juga, aku baru menyadari bahwa wanita yang mereka
bicarakan adalah diriku. Tapi aku tak mengetahui apakah Myungsoo mengenakan
jaket berwarna merah juga. Tiba-tiba sebuah cahaya dari ponsel menyinari salah
satu diantara pria itu. Cahaya itu berhenti tepat di depan Myungsoo. Mataku
terpaku saat melihat warna jaket yang dikenakan olehnya. Ternyata kami
mengenakan jaket yang berwarna sama. Apakah ini hanyalah kebetulan saja?
Ataukah kita memang sudah terikat satu sama lain? Tiba-tiba terdengar suara
pria lagi.
“ Ji Won eodigga? Kita harus melihat jaketnya.” Teriak pria
itu sambil mengarahkan cahaya itu pada tiap orang yang ada disana. Cahaya itu
berhenti tepat di depanku. Mataku menatap mereka tak mengerti. “ Kalian sudah
melihatnya, bukan? Warna jaket mereka sama.” Teriaknya lagi.
“ Jadi, apakah aku harus melepaskan jaket ini?” Tantang
Myungsoo.
“ Nde. Lepaslah jaketmu!” Sorak para mahasiswa pria lainnya.
Mataku menatap nanar saat Myungsoo benar-benar melepaskan
jaketnya. Apakah maksud dari semua ini, Myungsoo-ya. Aku menundukan kepalaku
sambil menahan tangisku. Hatiku terasa sakit saat itu. Udara disana sangat
dingin hingga menusuk tubuhku. Ku lihat Myungsoo membuat api unggun disana.
Seandainya dia tak ada disana, mungkin aku sudah berlari lalu duduk di depan
api unggun. Entah berapa lama aku bicara dengan Gyeong dan Shin Hye, tak
sengaja mataku melirik ke arah api unggun. Aku tak menemukan keberadaannya
disana. Bibirku tersenyum sambil mengajak Gyeong dan Shin Hye untuk pindah
duduk di depan api unggun. Aku tiduran disamping Gyeong untuk menghangatkan
tubuhku.
“ Ada apa denganmu, Ji Won-ya? Mengapa tidurmu tidak bisa
diam?” Tanya Seung Ho.
“ Disini sangat dingin, Seung Ho-ya.” Ujarku.
“ Myungsoo, Ji Won kedinginan disini.” Teriak Seung Ho,
sedangkan aku yang mendengarnya terkejut bukan main. Aku tak pernah mengira
Seung Ho akan mengatakannya pada Myungsoo.
“ Aku tak peduli.” Ujar Myungsoo.
Aku baru menyadari kehadiran Myungsoo saat itu. Hatiku
benar-benar sakit mendengar ucapannya. Apakah kau harus mengucapkan rasa tak
pedulimu di depanku, Myungsoo-ya? Seharusnya aku tak mengikuti acara OSPEK ini
agar tak mendengar ucapannya yang begitu menyakitkan. Detik itu juga, aku
menangis dalam diam. Beruntung aku membelakangi Seung Ho dan Myungsoo saat itu,
sehingga mereka tak menyadari bahwa aku sedang menangis. Aku berusaha untuk
tidur dengan memejamkan mataku. Tapi udara disana benar-benar dingin. Aku tak
sanggup menahan rasa dinginnya. Tiba-tiba Gyeong menepuk tubuhku dengan pelan.
Aku sadar saat itu. Aku ingin sekali membuka mataku. Namun, aku tak bisa. Aku
tak bisa mengendalikan tubuhku sendiri. Terdengar suara Gyeong yang
mengkhawatirkanku dan mengatakan tubuhku kejang-kejang. Aku merasa tak heran
lagi. Aku tahu penyakitku pasti kambuh lagi disaat aku kedinginan seperti ini.
Ku dengar dia meminta Si Kyung untuk melepaskan jaketnya. Detik itu juga, aku
merasa tubuhku hangat. Bukan hanya itu saja. Ku dengar dia meminta Myungsoo
untuk menyalakan api unggun lagi agar aku tak kedinginan. Entahlah apa yang
Myungsoo lakukan karena aku tak bisa melihatnya saat itu. Mataku benar-benar
terpejam.
“ Aku menyuruhmu untuk menyalakan api unggun dengan
menggunakan batang kayu. Bukan dengan membakar sampah.” Protes Gyeong disela
batuknya.
“ Biar saja! Yang terpenting saat ini adalah api unggunnya
menyala. Lagipula mencari batang kayu disini sangat sulit.” Ujar Myungsoo.
Aku tersenyum mendengar jawaban dari Myungsoo. Jadi, Myungsoo
lah yang menyalakan api unggun kembali. Aku benar-benar merasa sangat hangat
saat itu. Gomawo, Myungsoo-ya.
“ Aku tak menyangka Myungsoo semangat sekali untuk
menghangatkan Ji Won. Pergilah, Il Woo! Biarkan Myungsoo melihat kondisi cinta
pertamanya.” Goda Seung Ho.
Aku terkejut bukan main mendengar Seung Ho menggoda kami
kembali. Seandainya aku bisa menggerakan tubuhku, mungkin aku sudah memukul
kepalanya agar tak menggoda kami lagi. Namun, aku tak bisa melakukannya. Entah
berapa lama mataku terpejam, akhirnya aku bisa membuka mataku. Aku menyuruh
Gyeong untuk mengambilkan obatku. Aku pun meminum obatku. Akhirnya aku tertidur
kembali. Namun, aku tak bisa tidur dengan nyenyak karena mereka bicara berisik
sekali. Aku memutuskan untuk bangun lalu duduk di depan api unggun. Aku
mengembalikan jaket itu pada Si Kyung. Semua orang yang ada disekitar api
unggun saling bicara. Hanya aku dan Myungsoo saja yang terdiam. Aku menundukan
kepalaku. Aku tak berani mengangkat kepalaku karena Myungsoo duduk
diseberangku. Jika aku mengangkat kepalaku, maka aku akan bertatapan langsung
dengannya. Tiba-tiba Seung Ho duduk disampingku sambil mengatakan bahwa dia
sangat kedinginan. Aku pun menggeser tempat dudukku. Aku menyuruhnya untuk
duduk disampingku agar dekat dengan api unggun. Saat itu kami duduk
bersampingan, bahkan paha kaki kami saling bersentuhan. Namun, aku tak
mempermasalahkannya karena saat itu benar-benar sangat dingin. Aku pun memilih
untuk mencabut rumput lalu melemparkannya ke api unggun agar tetap menyala.
Saat melempar rumput itu, ku lihat sebuah tangan melempar rumput juga. Mataku
menatap pemilik tangan itu. Ternyata pemilik tangan itu adalah Myungsoo. Detik
itu juga, aku menundukan kepalaku kembali lalu melemparkan rumput lagi. Tanpa
sengaja mataku melihat ke arah kakinya. Ternyata dia menggunakan sandal
pasangan yang kami beli sewaktu jalan-jalan di Pulau Jeju. Tiba-tiba api unggun
padam. Aku tak mengerti. Mengapa api unggun bisa padam? Padahal aku dan
Myungsoo selalu melempari rumput agar api unggunnya tak padam.
“ Sebaiknya kau mencari batang kayu lagi, Myungsoo-ya. Atau
kau membakar sampah saja agar api unggunnya menyala lagi.” Titah Seung Ho.
“ Aku sedang malas.” Tolak Myungsoo.
“ Seandainya Ji Won masih kedinginan pasti Myungsoo akan
mencari batang kayu atau membakar sampah lagi agar api unggun tetap menyala.”
Ujar Si Kyung.
Setelah mendengar pembicaraan singkat itu, aku mengangkat
kepalaku. Mataku menatap Myungsoo sambil bertanya-tanya dalam benakku. Apakah
semua itu benar? Hal yang tak ku duga sebelumnya terjadi. Dia bergegas berdiri lalu
masuk ke tenda tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Mataku menatap nanar
kepergiannya. Sebenci itukah kau padaku, Myungsoo-ya? Kini api unggun itu
benar-benar padam. Aku mengantarkan Gyeong dan Shin Hye ke kamar mandi. Kami
mengantri disana.
“ Ada apa denganmu, Ji Won-ya? Apakah kau tahu? Aku sangat
mengkhawatirkanmu saat kau kejang-kejang seperti tadi. Aku tak bisa tidur
karena kau kejang-kejang disampingku.” Tanya Gyeong.
“ Ji Won yang kedinginan, geunde Myungsoo yang sibuk mencari
batang kayu untuk menyalakan api unggun hingga sampah pun dibakar olehnya. Aku
menjadi batuk saat menghirup udaranya.” Ujar Shin Hye.
“ Apakah semua itu benar? Aku sangat terharu.” Ujarku sambil
tersenyum.
“ Jangan terlalu percaya diri, Ji Won-ya! Mungkin saja
Myungsoo kedinginan saat itu, makanya dia sibuk sendiri untuk menyalakan api
unggun.” Ujar Gyeong.
Apa yang dikatakan oleh Gyeong ada benarnya juga. Aku jangan
terlalu percaya diri. Mungkin saja Myungsoo melakukan semua itu karena rasa
manusiawinya. Bagaimana perasaanmu terhadapku sebenarnya, Myungsoo-ya? Aku
harus mendeskripsikan apa tentang perasaanmu terhadapku.
TBC
Bacalah
part sebelumnya dengan mengklik link dibawah ini!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar